Sabtu, 30 Desember 2017

An-Nisaa 29

Tafsir Surat An-Nisa, ayat 29-31

May 02, 2015

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30) إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا (31)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosa kalian yang kecil) dan Kami masukkan kalian ke tempat yang mulia (surga).

Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan harta sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang batil, yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariat, seperti dengan cara riba dan judi serta cara-cara lainnya yang termasuk ke dalam kategori tersebut dengan menggunakan berbagai macam tipuan dan pengelabuan. Sekalipun pada lahiriahnya cara-cara tersebut memakai cara yang diakui oleh hukum syara', tetapi Allah lebih mengetahui bahwa sesungguhnya para pelakunya hanyalah semata-mata menjalankan riba, tetapi dengan cara hailah (tipu muslihat). Demikianlah yang terjadi pada kebanyakannya. 
Hingga Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnul MuSanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan seorang lelaki yang membeli dari lelaki lain sebuah pakaian. Lalu lelaki pertama mengatakan, "Jika aku suka, maka aku akan mengambilnya, dan jika aku tidak suka, maka akan ku kembalikan berikut dengan satu dirham." Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman. janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa: 29)
Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Musalli, telah menceritakan kepada kami lbnul Futlail, dari Daud Al-Aidi, dari Amir, dari Alqamah, dari Abdullah sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini muhkamah, tidak dimansukh dan tidak akan dimansukh sampai hari kiamat.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa: 29) Maka kaum muslim berkata, "Sesungguhnya Allah telah melarang kita memakan harta sesama kita dengan cara yang batil, sedangkan makanan adalah harta kita yang paling utama. Maka tidak halal bagi seorang pun di antara kita makan pada orang lain, bagaimanakah nasib orang lain (yang tidak mampu)?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tiada dosa atas orang-orang tuna netra. (Al-Fath: 17), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Qatadah. 

*******************

Firman Allah Swt.:

إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجارَةً عَنْ تَراضٍ مِنْكُمْ

terkecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. (An-Nisa: 29)
Lafaz tijaratan dapat pula dibaca tijaratun. ungkapan ini merupakan bentuk istisna munqati'. Seakan-akan dikatakan, "Janganlah kalian menjalankan usaha yang menyebabkan perbuatan yang diharamkan, tetapi berniagalah menurut peraturan yang diakui oleh syariat, yaitu perniagaan yang dilakukan suka sama suka di antara pihak pembeli dan pihak penjual; dan carilah keuntungan dengan cara yang diakui oleh syariat." Perihalnya sama dengan istisna yang disebutkan di dalam firman-Nya:

وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan sesuatu (sebab) yang benar. (Al-An'am: 151)
Juga seperti yang ada di dalam firman-Nya:

لَا يَذُوقُونَ فِيهَا الْمَوْتَ إِلَّا الْمَوْتَةَ الْأُولى

mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. (Ad-Dukhan: 56)
Berangkat dari pengertian ayat ini, Imam Syafii menyimpulkan dalil yang mengatakan tidak sah jual beli itu kecuali dengan serah terima secaralafzi (qabul), karena hal ini merupakan bukti yang menunjukkan adanya suka sama suka sesuai dengan makna nas ayat. Lain halnya dengan jual beli secara mu'atah, hal ini tidak menunjukkan adanya saling suka sama suka, adanya sigat ijab qabul itu merupakan suatu keharusan dalam jual beli.
Tetapi jumhur ulama. Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad berpendapat berbeda. Mereka mengatakan, sebagaimana ucapan itu menunjukkan adanya suka sama suka. begitu pula perbuatan, ia dapat menunjukkan kepastian adanya suka sama suka dalam kondisi tertentu. Karena itu, mereka membenarkan keabsahan jual beli secara mu'atah (secara mutlak).
Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa jual beli mu'atah hanya sah dilakukan terhadap hal-hal yang kecil dan terhadap hal-hal yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai jual beli. Tetapi pendapat ini adalah pandangan hati-hati dari sebagian ulama ahli tahqiq dari kalangan mazhab Syafii.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. (An-Nisa: 29) Baik berupa jual beli atau ata yang diberikan dari seseorang kepada orang lain. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. 
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Al-Qasim, dari Sulaiman Al-Ju'fi, dari ayahnya, dari Maimun ibnu Mihran yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ وَالْخِيَارُ بَعْدَ الصَّفْقَةِ، وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَغُشَّ مُسْلِمًا»

Jual beli harus dengan suka sama suka, dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya.
Hadis ini berpredikat mursal.
Faktor yang menunjukkan adanya suka sama suka secara sempurna terbukti melalui adanya khiyar majelis. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا»

Penjual dan pembeli masih dalam keadaan khiyar selagi keduanya belum berpisah.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari disebutkan seperti berikut:

«إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلَانِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا»

Apabila dua orang lelaki melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing pihak dari keduanya boleh khiyar selagi keduanya belum berpisah.
Orang yang berpendapat sesuai dengan makna hadis ini ialah Imam Ahmad dan Imam Syafii serta murid-murid keduanya, juga kebanyakan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Termasuk ke dalam pengertian hadis ini adanya khiyar syarat sesudah transaksi sampai tiga hari berikutnya disesuaikan menurut apa yang dijelaskan di dalam transaksi mengenai subyek barangnya, sekalipun sampai satu tahun, selagi masih dalam satu kampung dan tempat lainnya yang semisal. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal dari Imam Malik.
Mereka menilai sah jual beli mu'atah secara mutlak. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Syafii. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa jual beli secara mu'atah itu sah hanya pada barang-barang yang kecil yang menurut tradisi orang-orang dinilai sebagai jual beli. Pendapat ini merupakan hasil penyaringan yang dilakukan oleh segolongan ulama dari kalangan murid-murid Imam Syafii dan telah disepakati di kalangan mereka.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ

Dan janganlah kalian membunuh diri kalian. (An-Nisa: 29)
Yakni dengan mengerjakan hal-hal yang diharamkan Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat terhadap-Nya serta memakan harta orang lain secara batil.

إِنَّ اللَّهَ كانَ بِكُمْ رَحِيماً

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. (An-Nisa: 29)
Yaitu dalam semua perintah-Nya kepada kalian dan dalam semua larangannya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عمْران بْنِ أَبِي أَنَسٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَير، عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ لَمَّا بَعَثَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ ذَاتِ السَّلَاسِلِ قَالَ: احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ، فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي صَلَاةَ الصُّبْحِ، قَالَ: فَلَمَّا قدمتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: "يَا عَمْرُو صَلَّيت بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ! " قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ، فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنْ أهلكَ، فَذَكَرْتُ قَوْلَ اللَّهِ [عز وَجَلَّ] {وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا} فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ. فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Amr ibnul As r.a. yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. mengutusnya dalam Perang Zatus Salasil, di suatu malam yang sangat dingin ia bermimpi mengeluarkan air mani. Ia merasa khawatir bila mandi jinabah, nanti akan binasa. Akhirnya ia terpaksa bertayamum, lalu salat Subuh bersama teman-temannya. Amr ibnul As melanjutkan kisahnya, "Ketika kami kembali kepada Rasulullah Saw., maka aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Beliau bersabda, 'Hai Amr, apakah kamu salat dengan teman-temanmu, sedangkan kamu mempunyai jinabah?'. Aku (Amr) menjawab, 'Wahai Rasulullah Saw., sesungguhnya aku bermimpi mengeluarkan air mani di suatu malam yang sangat dingin, hingga aku merasa khawatir bila mandi akan binasa, kemudian aku teringat kepada firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan janganlah kalian  membunuh diri kalian,  sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. (An-Nisa: 29) Karena itu, lalu aku bertayamum dan salat.' Maka Rasulullah Saw tertawa dan tidak mengatakan sepatah kata pun."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui hadis Yahya ibnu Ayyub, dari Yazid ibnu Abu Habib.
Ia meriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Abu Salamah, dari Ibnu Wahb, dari Ibnu Luhai'ah, dan Umar ibnul Haris; keduanya dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Abdur Rahman ibnu Jubair Al-Masri, dari Abu Qais maula Amr ibnul As, dari Amr ibnul As. Lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Pendapat ini —Allah lebih mengetahui— lebih dekat kepada kebenaran.

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَامِدٍ البَلْخِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ صَالِحِ بْنِ سَهْلٍ الْبَلْخِيُّ، حدثنا عُبَيد عبد اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ صَلَّى بِالنَّاسِ وَهُوَ جُنُب، فَلَمَّا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ، فَدَعَاهُ فَسَأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، خفْتُ أَنْ يَقْتُلَنِي الْبَرْدُ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ [إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا] } قَالَ: فَسَكَتَ عَنْهُ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Hamid Al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh ibnu Sahl Al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Umar Al-Qawariri, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Sa'd, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Amr ibnul As pernah salat menjadi imam orang-orang banyak dalam keadaan mempunyai jinabah. Ketika mereka datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka menceritakan kepadanya hal tersebut. Rasulullah Saw. memanggil Amr dan menanyakan hal itu kepadanya. Maka Amr ibnul As menjawab, "Wahai Rasulullah, aku merasa khawatir cuaca yang sangat dingin akan membunuhku (bila aku mandi jinabah), sedangkan Allah Swt. telah berfirman: 'Dan janganlah kalian membunuh diri kalian' (An-Nisa: 29), hingga akhir ayat." Maka Rasulullah Saw. diam, membiarkan Amr ibnul As.
Kemudian sehubungan dengan ayat ini Ibnu Murdawaih mengetengahkan sebuah hadis melalui Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«من قتل نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ، فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ، يَجَأُ بِهَا بَطْنَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِسُمٍّ فَسُمُّهُ فِي يَدِهِ، يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَهُوَ مُتَرَدٍّ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا»

Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan sebuah besi, maka besi itu akan berada di tangannya yang dipakainya untuk menusuki perutnya kelak di hari kiamat di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan racun, maka racun itu berada di tangannya untuk ia teguki di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
Hadis ini ditetapkan di dalam kitab Sahihain. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abuz Zanad dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
Dari Abu Qilabah, dari Sabit ibnu Dahhak r.a. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka kelak pada hari kiamat dia akan diazab dengan sesuatu itu.
Al- Jama'ah telah mengetengahkan hadis tersebut dalam kitabnya dari jalur Abu Qilabah.
Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-Hasan dari Jundub ibnu Abdullah Al-Bajli dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«كَانَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَكَانَ بِهِ جُرْحٌ فَأَخَذَ سِكِّينًا نَحَرَ بها يده، فما رقأالدَّمُ حَتَّى مَاتَ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ «عَبْدِي بَادَرَنِي بِنَفْسِهِ، حَرَّمْتُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ»

Dahulu ada seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kalian yang terluka, lalu ia mengambil sebuah pisau dan memotong urat nadi tangannya, lalu darah terus mengalir hingga ia mati. Allah Swt. berfirman, "Hamba-Ku mendahului {Izin)-Ku terhadap dirinya, Aku haramkan surga atas dirinya."

*******************

http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-nisa-ayat-29-31_2.html?m=1

Jumat, 29 Desember 2017

An-nisa 29


2. Surat An-Nisa' Ayat 29

" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.4 : 29)

Sebab Turunya Ayat / Asbabun Nuzul :

Menurut riwayat Ibnu Jarir ayat ini turun dikarenakan masyarakat muslim Arab pada saat itu memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil, mencari keuntungan dengan cara yang tidak sah dan melakukan bermacam-macam tipu daya yang seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas. menurut riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham di atas harga pembeliannya. Padahal seharusnya jual beli hendaklah dilakukan dengan rela dan suka sama suka tanpa harus menipu sesama muslimnya.

Tafsir Ayat

Allah SWT melarang hamba-hambaNya yang mukmin memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil dan cara-cara mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar syari’at seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu dari macam-macam tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at, tetapi Allah mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari si pelaku untuk menghindari ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syari’at Allah. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas s.r. menurut riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham di atas harga pembeliannya.

Allah mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan perniagaan yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua belah pihak yang bersangkutan.

Bersandar kepada ayat ini, Imam Syafi’ie berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut syari’at melainkan jika disertai dengan kata-kata yang menandakan persetujuan, sedang menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan. Karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menandakan persetujuan dan suka sama suka. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Maimun bin Muhran bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Jual beli hendaklah berlaku dengan rela dan suka sama suka dan pilihan sesudah tercapai persetujuan. Dan tidaklah halal bagi seorang muslim menipu sesama muslimnya”. Dan bersabda Rasulullah SAW menurut riwayat Bukhari dan Muslim: ”Bila berlaku jual beli antara dua orang, maka masing-masing berhak membatalkan atau meneruskan transaksi selama mereka belum berpisah”.

Allah SWT juga berfirman dalam ayat ini: ”Janganlah kamu membunuh dirimu” dengan melanggar larangan Allah, berbuat maksiat-maksiat dan memakan harta sesamamu dengan cara bathil dan curang. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang bagimu dalam apa yang diperintahkan dan dilarang bagimu.

Sehubungan dengan soal bunuh diri dalam ayat ini, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Jubair bahwa Amer Ibnul Assh bercerita tentang dirinya tatkala diutus oleh Rasulullah ke suatu tempat, pada suatu malam yang sangat dingin ia telah berihtilam (mengeluarkan mani ketika tidur) dan tanpa bermandi jenabat, ia mengimami shalat shubuh bersama sahabat-sahabatnya. Dan tatkala hal itu didengar oleh Rasulullah bertanyalah Beliau kepadanya: ”Hai Amer, engkau telah melakukan shalat shubuh dengan sahabat-sahabatmu sedang engkau dalam keadaan junub (belum bermandi jenabat)?”

Maka berkata Amer, ”Ya Rasulullah aku telah berihtilam pada malam yang sangat dingin itu, dan aku khawatir bila aku mandi jenabat akan matilah aku, maka teringat olehku firman Allah ”Janganlah kamu membunuh dirimu” lalu bertayamumlah aku, kemudian bershalat bersama sahabat-sahabatku.” Mendengar kata-kata Amer itu tertawalah Rasulullah tanpa mengucapkan sesuatu.

Dalam lanjutan ayat 29 ”Dan janganlah kamu bunuh diri-diri kamu.” Di antara harta dengan diri atau dengan jiwa, tidaklah bercerai-tanggal. Orang mencari harta untuk melanjutkan hidup. Maka selain kemakmuran harta benda hendaklah pula terdapat kemakmuran atau keamanan jiwa. Sebab itu di samping menjauhi memakan harta kamu dengan bathil, janganlah terjadi pembunuhan. Tegasnya janganlah berbunuhan karena sesuap nasi. Jangan kamu bunuh diri-diri kamu. Segala harta benda yang ada, pada hakikatnya ialah harta kamu. Segala nyawa yang ada, pun adalah pada hakikatnya nyawa kamu. Diri orang itu pun diri kamu

http://afinz.blogspot.co.id/2010/05/ayat-ayat-tentang-prinsip-berekonomi.html?m=1

Selasa, 26 Desember 2017

Ridho

Ridha (رِضَى ) menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, rela.

1. Siapa anak yang paling sering ibu ceritakan kepada Anda?

Semua anak ibu Nurul ia diceritakan, tergantung tema obrolan.

2. Masalah apa yang ibu ceritakan tentang anaknya?

Perkembangan anak. Seperti anak pertama yang sudah kerja dan selalu diterima ditempat ia melamar sedangkan temannya masih banyak yang menganggur. Dapat berupa pertumbuhan sekarang maupun masa lampau anak-anaknya.

3. Apakah ibu pernah membanggakan anaknya kepada orang lain?

Selalu, ibu hanya menceritakan yang baik dari anaknya, ibu jarang mengeluhkan kekurangan anaknya. Mungkin hanya ketika anaknya itu ikut mendengarkan, itu pun bukan sebagai keluhan melainkan teguran atau nasihat sindiran untuk anaknya.

4. Bagaimana sikap ibu ketika membicarakan anaknya yang tidak berprestasi?

Bagaimana pun semua anak ibu, jadi akan selalu menerima bagaimana keadaan anaknya. Ibu akan tetap membanggakannya walau anaknya tidak berprestasi, mungkin yang dibicarakan ibu bukan prestasi yang telah diraih oleh anaknya namun hal baik lainnya yang anak itu miliki, atau kelebihan dan keunggulan lain yang dimiliki anak itu.

5. Apa yang dapat membuat ibu senang dari anak-anaknya?

Ibu senang jika anak-anak ibu nurut dengannya, melaksanakan segala peraturan kehidupan yang ada tanpa melanggarnya, baik itu peraturan dalam keluarga, negara maupun agama. Ibu tidak akan mengharapkan hal lebih dari anaknya. Cukup dengan ibu dapat memenuhi tugasnya dan anak melaksanakan kewajibannya serta mendapatkan hak dengan sempurna ibu sudah bahagia.

Apakah ibu lebih sering menceritakan kebaikan anak-anaknya kepada orang lain

Apakah ibu sering mengeluhkan kekurangan anaknya kepada orang lain

Apakah ibu hanya membanggakan anaknya yang memiliki prestasi saja?

Apakah ibu acuh kepada anaknya yang tidak berprestasi?

Apakah ibu menyayangi semua anak-anaknya tanpa pilih kasih?

Kesimpulan

Ridho llahu fi ridho walidain itu memiliki makna:
Ridho sendiri dapat diartikan sebagai sikap menerima.

Minggu, 03 Desember 2017

Filologi smt 3


SEJARAH PERKEMBANGAN FILOLOGI  DI NUSANTARA

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Sebuah peradaban tidak dapat terlepas dari masa lampau. Nusantara merupakan kawasan yang terletak dibagian Asia Tenggara, yang mana telah memiliki peradaban tinggi dan mewariskan pada generasi selanjutnya melalui berbagai media, salah satunya tulisan berupa naskah yang mengandung banyak sejarah serta peninggalan-peninggalan berharga lainnya yang mengidentifikasikan tinggi rendahnya sebuah peradaban. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji peninggalan-peninggalan sejarah tersebut.

Dalam kurun waktu 50 tahun ini, penelitian filologi telah maju dengan pesat. Seperti halnya ilmu lain, teknologi modern telah menunjang perkembangannya.[1] Studi filologi merupakan studi yang sangat signifikan dalam hal mengkaji warisan budaya yang tersebar dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Studi filologi berkonsentrasi pada pengkajian terhadap naskah-naskah kuno.

Filologi adalah ilmu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas mencakup bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan.[2] Disiplin filologi pernah mencapai prestasi spiritual dan ilmiah pada berbagai periode dalam tradisi besar termasuk tradisi Barat dan tradisi Islam. [3] Filologi sudah dikenal sejak abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli di kota iskandariyah yang dikenal sebagai ahli filologi.[4] Sejarah perkembangan filologi terus berlanjut ke kawasan timur tengah pada abad ke-4 M, kemudian menyebar ke kawasan Nusantara pada abad ke-16 M.

Nusantara dikenal sebagai negara yang kaya dengan khazanah budaya peninggalan masa lampau. Salah satu diantaranya adalah peninggalan dalam bentuk naskah-naskah lama dengan tulisan tangan. Dimana Objek kajian filologi sendiri adalah teks dan naskah. Keduanya  diibaratkan dua sisi dari sebuah mata uang.[5]

Perlu dicatat bahwa jumlah naskah-naskah milik pribadi (Nusantara) yang banyak diakses karena dianggap suci (keramat). Itupun baru naskah berbahasa arab, belum lagi naskah-naskah dalam bahasa daerah nusantara lainnya seperti Melayu, Jawa, Sunda, Aceh, Bali, Batak, dan lain-lain yang tidak jarang juga memuat teks-teks keagamaan. Nurcholis Madjid pernah mengatakan, bahwa naskah-naskah “kita” terdapat dalam jumlah jutaan! [6].

Kawasan Nusantara terbagi dalam berbagai etnis dengan ciri khas masing-masing tanpa meninggalkan sifat khas kebudayaan Nusantara.[7] Keinginan untuk mengkaji naskah-naskah Nusantara hadir setelah ketangan bangsa Barat. Yang kemudian telaah naskah dilanjutkan oleh para penginjil. Dari perkembangan filologi ini pula lahir para tokoh-tokoh filologi Nusantara yang berperan dalam perkembangan filologi.

B.  Rumusan Masalah

Pada makalah ini akan dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1.    Bagaimana sejarah perkembangan filologi di Nusantara?
2.    Bagaimana peran filologi dalam mempelajari Sastra Islam Nusantara?
3.    Bagaimana Karakteristik Teks Ulama Nusantara?
4.     Bagaimana Kajian dan Penelitian Filologi Ulama Nusantara?

C.  Tujuan

1.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan filologi di Nusantara?
2.    Untuk mengetahui bagaimana peran filologi dalam mempelajari Sastra Islam Nusantara?
3.    Untuk mengetahui bagaimana Karakteristik Teks Ulama Nusantara?
4.     Untuk mengetahui bagaimana Kajian dan Penelitian Filologi Ulama Nusantara?

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Sejarah Perkembangan Filologi di Nusantara

Nusantara merupakan kawasan yang memiliki peradaban tinggi dan diwariskan secara turun-temurun melalui berbagai media, antara lain media tulisan yang berupa naskah-naskah. Kekayaan Nusantara akan naskah-naskah lama dibuktikan dengan jumlah koleksinya yang dewasa ini terdapat di berbagai pusat studi kebudayaan Timur pada umumnya. Filologi di Nusantara, awalnya dikembangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda, bertujuan untuk mengungkap informasi masa lampau yang terkandung dalam bahan tertulis peninggalan masa lalu dengan harapan adanya nilai-nilai atau hasil budaya masa lampau yang diperlukan dalam kehidupan masa kini. [8] Kawasan Nusantara terbagi dalam banyak kelompok etnis, yang masing-masing memiliki bentuk kebudayaan yang khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan kebudayaan Nusantara .[9]

Dalam tradisi Islam, kajian filologis bermula dari terkonstruknya tata bahasa ilmiah karya Khalid bin Ahmad dan Sibaweyh, serta kebangkitan peradaban fiqh (Yurispudensi), ijtihad (hermeneutika yurispudensi), dan ijtihad (interpretasi). Pada tahap selanjutnya, fiqh lughawi, hermeneutika bahasa muncul dalam budaya Arab-Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam praktik pembelajaran Islam. Aktivitas-aktivitas ini berlangsung pada abad ke-12 dalam tradisi intelektual Islam, jauh sebelum dunia Barat-Kristen mengadopsinya. (Sudibyo, 2007:108)  

Geliat perkembangan filologi juga terjadi di Indonesia. Meski bangsa ini baru genap berusia 70 tahun pada 17 Agustus lalu, namun Indonesia memiliki peninggalan manuskrip-manuskirp yang sangat banyak. Tidak kurang dari 5000 naskah dengan 800 teks tersebar dalam berbagai museum dan perpustakaan di penjuru dunia. (Siti Bararah Baried, dkk, 1994: 9). Objek kajian filologi yang melimpah di bumi Nusantara, seharusnya menjadi mortar bagi kebangkitan kajian filologi di negeri ini. Sejarah kajian filologi di Nusantara perlu diangkat ke permukaan, guna mendesripsikan geliat kajian filologi. Lebih lanjut, kajian ini bisa menjadi tolak ukur telah sejauh mana kajian filologis di Indonesia.

Kata filologi berasal  dari bahasa Yunani philogia yang berupa gabungan kata dari Philos yang berarti ‘teman’ dan logos yang berarti ‘pembicaraan’ atau ‘ilmu’. Dalam bahasa Yunani philogia berarti ‘senang berbicara’ yang kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’, ‘senang kepada ilmu’, ‘senang kepada tulisan-tulisan,’ dan kemudian ‘senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi’ seperti ‘karya-karya sastra’.[2] Jadi filologi sebagai disiplin ilmu mengenai bahasa dan sastra suatu bangsa, pada mulanya sangat erat kaitannya dengan bahasa dan sastra bangsa Yunani dan Romawi, kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa-bangsa lain, seperti  bangsa Perancis, Spayol, Belanda.[3]

Siti Baroroh Baried dkk, Pengantar Teori Filologi, BPPF, Yogyakarta ,1994,  hlm. 2.

[3] Elis Suryani , Filologi, Ghalia Indonesia, Bogor,  2012, hlm. 2-3.

Secara etimologis, filologi berarti ketertarikan terhadap kata. Dalam arti ini, filologi bersinonim dengan berbagai kajian tentang bahasa, dan hampir seluruh studi tentang produk jiwa manusia. Namun, secara khusus, filologi dimaknai sebagai konfigurasi keahlian ilmiah yang sesuai dengan kekuratoran teks historis (historical text curatorship) (Sudibyo, 2007: 108). Dalam artian khusus ini, filologi memiliki dua tugas utama, mengidentifikasi dan merestorasi setiap teks dari berbagai masa yang telah lampau.

Di Indonesia, tradisi penulisan naskah sangat dipengaruhi oleh kebudayaan India, terutama sebelum abad ke-14 M. Teks-teks yang diprediksi muncul sejak abad ke-7 banyak dipengaruhi oleh agama Budha, serta menggunakan bahasa sansekerta sebagai bahasa pengantarnya. Hal ini dapat dimaklumi, karena pada saat itu, Sriwijaya menjadi pusat pemerintahan yang menguasai Nusantara.

Teks yang berasal dari India banyak disalin, didiskusikan, dan diberikan komentar dalam bahasa Jawa Kuno. Dalam kurun waktu beberapa abad, bahasa Sansekerta menjadi salah satu bahasa terpenting bagi kalangan cendikiawan dan agamawan di Sumatra, Jawa, dan Bali. Pada perkembangan selanjutnya, model-model teks sansekerta ini banyak memengaruhi penulisan teks asli dalam bahasa Jawa Kuno yang menyebabkan karakteristik tersendiri dalam penulisan teks di Nusantara pada kala itu (Oman Fathutahman, 2015: 41).

B. Peran Filologi dalam Mempelajari Sastra Islam Nusantara

Salah satu perubahan penting dalam sejarah dan tradisi tulis naskah di Indonesia adalah ketika pengaruh Islam semakin kuat pada abad ke-13, serta bergantinya bahasa sansekserta menjadi bahasa Melayu sebagai bahasa politik, dagang, agama, dan budaya. Pada abad ke-14, tradisi penulisan naskah Melayu dengan menggunakan aksara Jawi mulai mendominasi, khususnya di wilayah Selat Malaka. Namun, sampai saat ini, jejak-jejak aksara pra-Islam masih dapat ditemukan (Oman Fathurahman, 2015: 42).

Meski manuskrip-manuskrip Nusantara telah ada sejak abad ke-7 M, namun kajian filologi di Indonesia baru tumbuh dan berkembang pada saat Pemerintah Kolonial Belanda melalui ide beschaving missie (misi pemberadaban). Untuk mewujudkan visi tersebut, Belanda membangun dua institusi pusat: Nederlandsch Bijbel Genootschap (NBG) dan Konink lijk Instituut voor Taal-en Volkenkunde (KITLV). NBG bergerak dalam syiar agama Kristen, sedangkan KILTV fokus dalam riset bahasa, geografi, dan antropologi (Sudibyo, 2007: 111).

Salah satu misi utama NBG adalah menerjemahkan Al-Kitab dalam bahasa daerah di wilayah jajahan Belanda. Untuk itu, NBG tidak ingin merekrut penerjemah amatir. Lembaga tersebut menetapkan syarat yang ketat untuk penerjemah Al-Kitab yang diberi kedudukan sebagai taalafgecaardidge (utusan bahasa). Dapat difahami, tujuan dari dibentuknya lembaga ini adalah untuk menanamkan nilai-nilai kristiani kepada penduduk pribumi.

Sedangkan KITLV didirikan untuk menginfentaris pengetahuan ilmiah tentang bahasa, geografi, dan antropoplogi Jawa yang dapat memberikan kontribusi nyata bagi pemerintah kolonial. Dengan cara demikian, maka kekuasaan Belanda dapat dipertahankan dalam kurun waktu yang lama. (Sudibyo, 2007: 112) Tujuan itu menjelaskan bahwa lembaga KITLV didirikan untuk mempertahankan pemerintahan absolut Belanda di bumi Nusantara, khususnya Jawa.

Hasrat intelektual pribumi untuk mengkaji teks-teks Nusantara baru muncul setelah tahun 1965, ketika mulai terjalin berbagai kerjasama antara perguruan tinggi Indonesia dengan sejumlah institusi yang ada di luar negeri. Sebelumnya, kajian-kajian filologi di Indonesia belum terbina. Salah satu hal yang paling memengaruhi adalah masuknya berbagai teori sastra, sepert strukturalisme, intertekstualitas, resepsi, serta berbagai teori lainnya ke dalam khazanah intelektual di Indonesia, tak terkecuali para pengkaji naskah. Hal tersebut terjadi pada awal tahun 1960-an (Oman Fathurhman, dkk, 2010: 16).

Berbagai pendekatan teori  sastra dalam mengkaji naskah-naskah kuno tersebut, telah memberikan kontribusi besar dalam perkembangan kajian filologi di Indonesia. Ikram, sebagaimana dikutip Oman Fathurahman, dkk (2010:17) mengatakan bahwa para filolog menjadi lebih sistematis dalam menelusuri makna dan fungsi naskah sebagai sebuah jenis sastra lama. Hingga saat ini,  pendekaan kajian naskah dengan memanfaatkan berbagai teori sastra banyak diikuti oleh para pengkaji naskah generasi selanjutnya.

Baried, Siti Bararah, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Jogjakarta: BPPF Seksi Filologi, Fak. Sastra, UGM).   

Fathurahman, Oman, dkk. 2010. Filologi dan Islam Indonesia. Jakarta: Pasutbang Lektur Keagamaan.

--------------------------------. 2015. Filologi Indonesia: Teori dan Metode. Jakarta: Prenada Media Group

Sudibyo. 2007. Kembali ke Filologi: Filologi Indonesia dan Tradisi Orientaslisme.Dalam Jurnal Humaniora Volume 19. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada.

C. Karakteristik Teks Ulama Nusantara

D. Kajian dan Penelitianenelitian Filologi Ulama Nusantara

3.      Kegiatan Filologi Terhadap Naskah Nusantara

Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah Nusantara bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisis isinya atau untuk kedua-duanya. Hasil suntingannya pada umumnya berupa penyajian teks dalam huruf aslinya, yaitu huruf Jawa, huruf Pegon atau huruf Jawi dengan disertai pengantar atau pendahuluan yang sangat singkat tanpa analisis isinya, misalnya suntingan Ramayana Kakawin oleh H. Kern. [15]

Perkembangan selanjutnya, naskah itu disunting dalam bentuk transliterasi dalam huruf Latin, misalnya Wrettasantjaja(1849), Ardjoena-Wiwaha (1850) danBomakawya (1950). Ketiga-tiganya naskah Jawa kuno disunting oleh T.Th.A. Friederich dan Brata Joeda (1850) oleh Cohen Stuart. Setelah itu suntingan naskah disertai dengan terjemahan dalam bahasa asing, terutama bahasa Belanda, merupakan perkembangan filologi selanjutnya. Misalnya: Sang Hyang Kamahayanikan, Oud Javaansche tekst met inleiding, vertaling en aanteekeningan oleh J. Kats (1910) dan Arjuna-Wiwaha oleh Poerbatjaraka (1926).[16]

Pada abad ke-20 muncul terbitan ulangan dari naskah yang pernah di-sunting sebelumnya dengan maksud untuk menyempurnakan, misalnya terbitan sebuah primbon Jawa dari abad ke-16, pertama-tama oleh Cunning (1881) dengan metode diplomatic. Kemudian pada tahun 1921 disunting oleh H. Kreamer dengan judul Een Javaansche Primbon uit de Zestiende Eeuw, dan pada tahun 1954 diterbitkan lagi oleh G.W.J. Drew dengan judul yang sama. Pada abad ke-20 banyak diterbitkan naskah-naskah keagamaan baik naskah Melayu maupun naskah Jawa hingga kandungan isinya dapat dikaji oleh ahli filologi serta selanjutnya mereka menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut.

Pada periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra (Barat), misalnya analisis struktur dan minat terhadap naskah Hikayat Sri Rama dikerjakan oleh Achadiati Ikran berjudul Hikayat Sri Rama, Suntingan Naskah disertai Telaah Amanat dan Struktur (1980), berdasarkan analisis struktur dan fungsi terhadap teks Hikayat Hang Tuah dikerjakan oleh Sulastin Sutrisno berjudul Hikayat Hang Tuah.[17]

Dengan telah dikenalinya dan tersedianya suntingan sejumlah naskah-naskah Nusantara, maka kemungkinan menyusun sejarah kesastraan Nusantara atau kesastraan daerah. Tersedianya naskah serta suntingan-suntingan naskah-naskah Nusantara juga telah mendorong minat untuk menyusun kamus ba­hasa - bahasa Nusantara,  bahkan sejak abad ke-19 telah terbit be­berapakamus bahasa Jawa dan lain-lain. 

Kegiatan filologi terhadap naskah-naskah Nusantara telah mendorong berbagai kegiatan ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan oleh berbagai disiplin teru­tama disiplin humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Kegiatan tersebut telah memenuhi tujuan ilmu filologi ialah melalui telaah naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telah mengangkat nilai-nilaai luhur yang disimpan di dalamnya [18].

. Filologi di Kawasan Nusantara

Nusantara adalah kawasan yang termasuk Asia Tenggara. Seperti kawasan Asia pada umumnya, Nusantara telah memiliki peradaban tinggi dan diwariskan pada generasi selanjutnya melalui berbagai media, salah satunya tulisan berupa naskah. Kawasan Nusantara terbagi dalam berbagai etnis dengan ciri khas masing-masing tanpa meninggalkan sifat khas kebudayaan Nusantara. Keinginan untuk mengkaji naskah-naskah Nusantara hadir setelah ketangan bangsa Barat. Yang pertama menyadari nilai berharga naskah Nusantara adalah pedagang yang ingin mendapat untung dari penjualan naskah tersebut. Datangnya bangsa Barat dan ditulisnya buku tentang kebudayaan Nusantara oleh Frederik de Houtman menimbulkan minat besar bangsa Barat pada Nusantara.

Dan walaupun terdapat beragam suku dengan bahasa yang berbeda-beda namun untuk mendekati bangsa ini langkah pertama yang diperlukan adalahkemampuan bahasa Melayu. Karena kemampuan berbahasa Melayu akan membuka komunikasi dengan pribumi dan bangsa lain yang juga mengunjungi daerah ini. Selanjutnya pengamatan terhadap bahasa melalui pembacaan naskah dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim dalam jumlah besar oleh VOC. Bahasa Nusantara dipelajari untuk kepentingan tugas penginjil. Hasilnya adalah penelitian dan catatan rapi mengenai kebudayaan bahkan hingga suku yang belum mengenal tulisan.

Karena keterbatasan tenaga, awalnya kegiatan filologi hanya sampai pada tahap menyunting. Yaitu menyajikan naskah pada bentuk aslinya ditambahkan keterangan pendahuluan. Pada tahapan selanjutnya, naskah disunting dalam bentuk transliterasi dalam huruf latin. Perkembangan selanjutnya adalah suntingan naskah disertai terjemahannya dalam bahasa asing. Pada abad ke- 20 muncul suntingan yang lebih mantap dengan kritik teks disertai terjemahan dalam bahasa Belanda, Inggris, atau Jerman. Juga muncul terbitan ulang dari naskah yang sudah pernah disunting dengan maksud untuk menyempurnakan. Pada saat itu juga banyak terbit naskah- naskah keagamaan baik Melayu maupun Jawa, sehingga dapat dikaji oleh ahli teologi serta selanjutnya menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut. Selanjutnya banyak diterbitkan suntingan-suntingan naskah dengan pembahasan isi ditinjau dari berbagai disiplin.

Pada periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra barat. Banyak terdapat analisis struktural, fungsi, dan amanat pada naskah-naskah tersebut. Besarnya minat dan kesempatan pada masa-masa selanjutnya mendorong terbitnya kamus bahasa-bahasa Nusantara. Kajian terhadap naskahnya juga membuka kebudayaan Nusantara dan mengangkat nilai-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya. Sedangkan dari Indonesia sendiri, tokoh pribumi yang diakui sebagai ahli filologi adalah Husein Djayadiningrat dengan penelitian mengenai sejarah Banten.

Sedangkan setelah perang dunia kedua hanya terdapat sedikit ahli filologi dengan sedikit karya yang dihasilkan. Selanjutnya setelah perginya nama-nama besar R.M.Ng. Poerbatjaraka dan Prof. R. Prijana ahli filologi sangat sulit ditemukan. Usaha mencari karya filologi dari bangsa sendiri bisa dibilang sia-sia. Belum dapat ditemukan sumbangan yang berarti dalam bidang filologi dari dua universitas tertua di Indonesia, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. Sehingga sumbangan filologi dalam perkembangan kebudayaan nasional pun hampir tak ada. Nusantara seharusnya bersyukur atas peninggalan tertulis dari generasi sebelumnya.

Untuk itu diperlukan kajian filologi yang memadai sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kebudayaan dan sejarah kehidupan sebelumnya. Sebenarnya kajian filologi akan sangat berguna juga karena dapat digunakan dalam bidang ilmu lain. Sayangnya kajian filologi saat ini belum terlihat hasil yang berarti. Bila saja ilmu filologi dilengkapi dengan ilmu sosial lainnya seperti arkeologi maupun antropologi, tentu akan didapati hasil yang lebih baik.

B.       Tokoh-Tokoh Filologi Nusantara [19]

1.     Husein Djayadiningrat // Critische Beschouwing Wan De Sadjarah Banten(1913), berdasarkan naskah Babad Banten.

2.     R.M.Ng. Poerbatjaraka // Arjuna-Wiwaha(1926) .

3.     Teuku Iskandar // De Hikajat Atjeh(1959).

4.     Naguib Al-Attas // The Mysticism Of Hamzah Fansuri (1970), dari buku Hamzah Fansuri.

5.     Siti Soleh // Hikayat Merong Mahawangsa (1970).

6.     Haryati Soebadio // Jnānasiddhanta  (1971).

7.     S. Soebardi // The Boek Of Cabolek (1975), berdasarkan naskah Serat Cabolek.

8.     S. Supomo // Arjuna-Wiwaha (1977).

9.     Edi Ekajati // Cerita Dipati Ukur (1978), dari naskah sejarah tradisional Sunda.

10.  Herman Sumantri // Sejarah Sukapura(1979), dari naskah sejarah tradisional Sunda.

11.  Sulastin Sutrisno // Hikayat Hang Tuah; Analisis Struktur Dan Fungsi (1979).

12.  Achadiati Ikram // Hikayat Sri Rama Suntingan Naskah Disertai Telaah Amanat Dan Struktur (1980).

13.  Prof. R. Prijana.

14.  Nabilah Lubis // Syech Yusuf Al-Taj Al-Makassari, Menyingkap Intisari Segala Rahasia

BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1.      Kearifan lokal yang mengakar dalam suatu kebudayaan dapat dilacak kembali pada tinggalan budaya masa lalu kebudayaan tersebut. Aneka bentuk tinggalan budaya masa lalu tersebut salah satunya berbentuk naskah dan ilmu pengetahuan memungkinkan adanya kajian ilmiah terhadap naskah tersebut yakni dengan menggunakan ilmu filologi.

2.      Filologi sebagai suatu bidang ilmu adalah suatu studi tentang kajian atau telaah naskah-naskah atau karya sastra masa lampau yang memiliki nilai informatif dengan tujuan untuk mengungkapkan makna dan pesan yang terkandung didalamnya untuk kepentingan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.

Filologi sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan karena dengan mengetahui ilmu filologi maka banyak ilmu lain yang bisa ketahui.

Sejarah perkembangan filologi di Nusantara awalnya dikembangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda, Yang pertama kali mengetahui adanya naskah di Nusantara adalah para pedagang Barat, peran para pedagang sebagai pengamat bahasa melalui pembacaan naskah-naskah dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim VOC ke Nusantara selama 2 abad pertama.

B.  Saran

Dari kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran bahwa masyarakat umum harus diberikan pemahaman yang baik tentang ilmu filologi. Jika mereka menyimpan atau mengetahui tentang naskah kuno mereka bisa memberitahu kepada ahli filologi atau mereka bisa memperlakukan naskah tersebut dengan lebih baik, sehingga pengetahuan akan lebih berkembang dan bisa disebarluaskaan.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Nabilah. 2007. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta : Yayasan Media Alo Indonesia.

Ikram , Achadiati. 1997. Filologia Nusantara. Jakarta : Pustaka Jaya.

Baried, Siti Baroroh dkk. 1994.Pengantar Teori Filologi.Yogyakarta : Fakultas Sastra UGM.

http://achafilologi.blogspot.com/ di akses pada 18 Maret 2014

http://hendyyuniarto.blogspot.com/2008/12/filologi-di-kawasan- nusantara.html di akses pada 18 Maret 2014

http://staff.uny.ac.id/sites/default/.../DIKTAT~Filologi_2.pdf / diakses pada 18 Maret 2014

http://museologi2010.blogspot.com/2010/10/sejarah-perkembangan filologi.html diakses pada 29 Maret 2014

http://journal.ugm.ac.id/index.php/jurnal-humaniora/article/download/diakses pada 05 April 2014

[1] Achadiati Ikram, Filologia Nusantara (Jakarta: Pustaka Jaya, 1997), h. 1

[2] Nabilah Lubis, Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi(Jakarta:Yayasan Media Alo Indonesia, 2007), h.16

[3] http://journal.ugm.ac.id/index.php/jurnal-humaniora/article/download/ diakses pada 05 April 2014

[4] Nabilah Lubis, op. cit. h. 21

[5] http://staff.uny.ac.id/sites/default/.../DIKTAT~Filologi_2.p diakses pada 18 Maret  2014

[6] Nabilah Lubis, op. cit h.3

[7] Ibid, h.53

[8] Siti Baroroh Baried dkk, Pengantar Teori Filologi (Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM, 1994), h. 9

[9] Nabilah Lubis, op. cit h.53

[10]http://hendyyuniarto.blogspot.com/2008/12/filologi-di-kawasan-nusantara.htmldi akses pada 18 Maret 2014

[11]http://museologi2010.blogspot.com/2010/10/sejarah-perkembangan-filologi.htmldiakses pada 29 Maret 2014

[12] Nabilah Lubis, op. cit. h.53

[13] Ibid, h. 53

[14] Ibid, h. 54

[15] Ibid, h. 55-56

[16] http://museologi2010.blogspot.com/2010/10/sejarah-perkembangan filologi.htmldiakses pada 29 Maret 2014

[17] Nabilah Lubis, op. cit. h.57

[18] Ibid, h. 58

[19] http://achafilologi.blogspot.com/ di akses pada 18 Maret 2014

nita adiyati di 01.42

Ammar bin Yasir

Tokoh-tokoh yang di diabadikan dalam al-quran An-Nahl 106

Ammar bin Yasir adalah sahabat karib Rasulullah yang ikut dalam baiat ar-Ridhwan, yang Allah Taala berkenan meridhoi mereka. Al-Fath : 18. Ia pun termasuk pahlawan yang gigih dalam perang Badar yang tersohor itu.

Ammar termasuk keluarga yang mempunyai andil besar dan mengalami penyiksaan keji kaum Quraisy terhadap kaum mustadh'afin. Hlm 116

Rasulullah saw, pernah melewati tempat penyiksaan ayah ammar bin Yasir, yaitu Yasir bin Amir, yang dibaringkan di atas pasir panas yang membara, lalu Rasulullah saw, bersabda kepadanya, "keluarga Yasir, sabarlah! Kalian dijanjikan pahala surga."

Ibunya, Sumayyah, merupakan seorang Syahidah pertama dalam Islam, dan saudaranya, Abdullah, mati terbunuh di tangan Bani Dail di zaman Jahiliah.

Ia seorang yang berkulit sawo matang, berperawakan jangkung. Apabila ia duduk, seolah-olah berdiri dan kalau berdiri, seakan-akan di atas kendaraan. Kedua matanya hitam kebiru-biruan, kedua pundaknya bidang, rambutnya lebat, dan kedua pipinya putih. Ia tidak banyak bicara, selalu berdoa supaya dijauhkan dari fitnah dan godaan. Ia termasuk orang pertama yang menyambut seruan Islam.

Ia mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca Muhammad saw. Pertama kali di Ka'bah. Ia memutuskan akan menemuinya dan akan mendengarkan lebih banyak lagi, tetapi bagaimana caranya? Ketika itu, mata-mata Quraisy dipasang dimana-mana, mengintai orang-orang yang pergi ke Dar Ibnu Abil-Arqam. Mereka mencegah pengikut Muhammad saw memasuki rumah itu dan menyiksa dengan keji semua orang yang berani melanggar undang-undang mereka itu. Amar tidak tahu ada larangan itu, tetapi ia tidak mampu melawan daya tarik ayat-ayat Alquran. Akhirnya, ia pergi menemui Muhammad Rasulullah dia tidak berdaya mengelak dorongan keimanannya untuk pergi ke Darul Arqam.

Ammar berkata "Pada suatu hari aku kepergok Shuhaib bin Sanan di depan pintu Darul Arqam. Lalu aku bertanya mendahuluinya, 'mau apa kau kesini?'

  kau juga mau apa kesini

Aku mau menemui Muhammad dan mendengarkan ajarannya
Aku juga begitu
Kami berdua pun masuk kami ditawarkan masuk Islam Halo kami sambut tawaran itu kami berdua tinggal di sana sampai petang dan keluar dengan bersembunyi-sembunyi

Ammar masuk Islam dan melaksanakan keislaman yaitu dengan baik di rumahnya dibangun sebuah mushola untuk mengajar ngaji dan Agama Islam kepada keluarganya semula ia mengaji dengan suara lunak tapi kemudian tanpa terasa suaranya semakin keras dan semakin keras melanggar semua larangan dan undang-undang zalim Quraisy

Pemuda Quraisy menerjang pintunya dan masuk ke dalam rumahnya serta menyiksa mereka

Mereka mengirim Amar sekaligus ke Padang Pasir baju mereka ditinggalkan mereka dan dibaringkan di atas pasir yang panas di atas perutnya ditindih kan sebuah batu para pemuda itu bergantian mencambuk mereka pada kaki dan tangannya diletakkan bara api mereka memaksa kembali menyembah berhala dan kafir terhadap Muhammad

Tempat film Umar Bin Maimun berkata kaum Quraisy kaum musyrikin itu membakar anggota tubuh Ammar bin Yasir sehingga ketika Rasulullah lewat di tempat itu beliau bersabda Hai api jadilah kau pendingin dan keselamatan bagi Amar serta kepada Ibrahim dahulu

Utsman bin Affan radhiallahu Anhu berkata Rasulullah pergi menuntun tanganku di Bata Mekah tiba-tiba kami melihat Amar ayah dan ibunya disiksa kaum Quraisy terdengar oleh kami Yasir berucap begitulah kehidupan di dunia ini

Rasulullah menyambut pernyataannya Ya Allah ampunilah keluarga Yasir dalam riwayat sini lewat lain Beliau berkata keluarga Yasir bergembiralah kalian dijanjikan pahala surga

Penyiksaan berjalan terus dengan kejam dan ganas lalu Abu Jahal datang menghampiri Sumayah Ibu Ammar kemudian mengepak dan menempelnya tapi dia tetap saja mengucapkannya ahad ahad ahad

Tiap kali mendengar Sumayah mengulang-ulang perkataan itu musuh Allah itu makin buas dan ganas penyiksaan nya sampai memaki-maki Muhammad Saya tidak mau mendengarkan ocehan dan tidak mau mengindahkan ancamannya tetapi terus berulang-ulang mengatakan yang sangat menyakitkan hati mereka semua Ahada Ahada Ahada

Abu Jahal tidak sabar menghadapi sikap keras wanita itu lalu ia mengambil tombak dan mengancam akan menikah ke dada dan hatinya tiba-tiba tikaman itu dengan bantuan setan berhasil mengenai sasarannya menewaskan Sumayah sebagai pahlawan dan syahidah pertama dalam sejarah Islam Ia telah pergi meninggalkan dunia fana ini Menuju alam baqa dengan ksatria karena mempertahankan keimanannya dengan Gigi itulah semua ayah ibu Ammar

Apakah kematian yaitu menyadarkan kaum Quraisy ternyata itu membuat kaum Quraisy makin ganas dan jahat tambah berani dan keji terhadap orang-orang yang menyatakan Tuhan kami adalah Allah

Rasulullah bersedih hati mendengar para pengikutnya dikejar-kejar dan dianiaya tanpa dosa apapun Hanya karena mereka beriman kepada Allah dan kepada kerasulannya kemudian kepada mereka dianjurkan pergi berhijrah ke habasyah Ethiopia hanya dari kaum muslimin yang pergi berhijrah ke sana terutama dari golongan rendah atau yang tidak mempunyai kabilah yang akan membelanya di sana mereka hidup aman Sentosa dan dapat beribadah kepada Allah dengan leluasa

Akan tetapi Amar selalu diawasi dan dihalang-halangi keluar dari kota Mekkah ia dijajakan dijadikan sasaran kebencian dan kedengkian jahat mereka pada suatu hari pada hijrah gelombang kedua ke habasyah Amar berhasil melarikan diri ke sana

Sungguhpun ia merasa bebas dan leluasa hidup di negeri habasyah namun ia tidak tenang jauh dari kekasihnya Rasulullah

Persebaran desas-desus bahwa kaum Quraisy masuk Islam dengan tujuan agar para Mujahid itu kembali karena Quraisy belum puas melampiaskan rasa dendamnya Amar tergolong salah seorang mujahirin yang kembali tetapi ia tidak lama di Mekah karena Rasul mengizinkannya berhijrah ke Madinah Ia pun Hijrah Ke Negeri Astrid Di sana ia menantikan kedatangan Rasulullah dengan menunggu harap dengan penuh harap tiap hari ia menampilkan kafilah atau musafir dari Mekkah untuk mendengarkan cerita kaum muslimin di sana dan ingin tahu terlebih dahulu berita kedatangan Rasulullah

Pada suatu hari yang tiada duanya keluarlah penduduk kota Yatsrib tua muda laki-laki maupun wanita menantikan kedatangan Rasulullah kekasih dan sahabatnya Dia terpaku di pinggir jalan bersama penduduk kota Madinah menyaksikan lagu Selamat Datang yang populer

Bulan purnama telah terbit menyinari kami dari arah Tamiya tidak Kita wajib bersyukur atas kedatangan seorang Dai yang menyeru kepada Allah wahai Muhammad wahai nabi yang diutus kepada kami kau datang membawa perkara yang ditaati

Pada suatu pada saat itu Amar merasa bahwa ia sebagai manusia mendapatkan karunia Allah lebih dari yang diharapkan yang diharapkan semua cita-citanya berhasil dicapai semula ia kafir lalu diberi hidayah Islam semula ia budak Bani makhzum kini ia menjadi budak Allah dulu ia tidak mempunyai rumah kini ia dipersaudarakan oleh Rasulullah dalam satu rumah dengan hudzaifah Ibnul Yaman

Keistimewaan huzaifah dan Ammar adalah hampir sama dalam banyak hal baik sifat maupun pandangannya bersesuaian menurut Rasulullah Amar penuh padat dengan ilmu hingga ke tulang ubun-ubun

biaya Asyifa menyandang amanat Rasulullah adalah orang yang paling paham terhadap kaum munafik dan paling tahu tentang tipu daya mereka Kedua sahabat rasul itu tidak pernah melanggar perintah perintah beliau sama sekali

Hudzaifah pernah diperintah untuk menerobos masuk ke tengah-tengah pasukan musuh untuk memata-matai gerakan dan rencana mereka ketika bencana besar menimpa kaum muslimin ketika pasukan tentara Ahzab mengepung kota Madinah dari seluruh penjuru untuk menggambarkan keadaan yang mencekam kaum muslimin pada waktu itu Allah berfirman

Al-ahzab 10-11

Karena itulah Rasulullah memilihnya menjadi saudara karib Ammar bin Yasir Salah satu tugas Agung yang dibebankan Rasulullah kepada para sahabatnya adalah membangun masjid di Madinah gimana ya ikut aktif membantu sementara itu rasulullah mengulang-ulang kalimat tidak ada kehidupan selain kehidupan akhirat Ya Allah kasihanilah kaum Anshor dan Muhajirin

Pada saat itu masuklah Ammar bin Yasir mengeluhkan dirinya kepada Rasulullah karena beratnya pekerjaan mengangkat beban bangunan mengangkat bahan bangunan itu ya Rasulullah mereka mau membunuhku mereka menyuruhku mengangkat lebih dari apa yang mampu aku pikul

Umi Salamah istri Nabi berkata Saya mau lihat Rasulullah mengusap-usap rambut Ammar yang keriting itu dengan tangannya sambil berkata kasihin kasihanilah kasihan Putra Sumayah kau tidak akan mati oleh mereka tetapi kau akan dibunuh oleh gerombolan pembangkang

Rasulullah sudah meramalkan bahwa Amar akan mati terbunuh bukan oleh para sahabatnya bukan oleh orang-orang kafir atau kaum musyrikin tetapi oleh segerombolan kaum muslimin yang menyimpang dari jalan kebenaran yang dilukiskan oleh Rasulullah sebagai alfiatul berhias gerombolan pembangkang

Pada suatu hari ada seorang seseorang yang datang membawa berita kepada Rasulullah bahwa Amar bin Yasir terkini sebuah tembok bangunan maka beliau bersabda Amar tidak akan mati ia akan mati dibunuh segerombolan pembangkang An Najm 3-4 ramalan Rasulullah sudah tepat Bagaimana tidak Tuhan Allah berfirman

Amar mengikuti semua peperangan Rasulullah Ia seorang pahlawan pemanah Ulung dalam Perang Badar dan pengawal Rasulullah paling berani yang membendung serangan kaum musyrikin dalam Perang Uhud dia merupakan pekerja penggali Parit yang paling bersemangat dalam Perang Khandaq atau al-ahzab yang merupakan salah seorang sahabat rasul yang membaiat Rasulullah di bawah pohon Ar Ridwan

Mengenang nasehat Rasulullah Dalam perjalanan haji wadahnya dan dakwahnya kepada pengikutnya ketika Abu Bakar As Siddiq memberitakan Rasulullah ia mengucurkan air mata sedih mengenang masa-masa Indah nya dengan beliau sejak itu Ia senang mengembara Ia ingin hijrah kepada Allah ya mendambakan Syahadah dan senantiasa dimintanya Allah berkenan mengabulkan harapan dan doa nya pada waktu itu sesudah Rasulullah meninggal dunia seluruh Jazirah Arab dilanda fitnah yang aneh dan menakjubkan ada yang mengaku nabi baik laki-laki maupun perempuan ada yang mau minta ramai-ramai murtad tidak mau menunaikan zakat lagi dan sebagainya

Abu Bakar dengan cepat mengerahkan Pasukan Islam untuk menumpas fitnah yang dikenal dengan Perang Yamamah yang dahsyat itu

Ammar bin Yasir berjuang Dengan gigih di atas sebuah bukit di depan pintu sebuah perkebunan dan mendorong kaum muslimin untuk terus maju

Abu Umar berkata Saya mau lihat Ammar bin Yasir dalam Perang Yamamah berada di atas bukit batu sambil berteriak-teriak wahai kaum muslimin Adakah kalian lari dari surga inilah saya Ammar bin Yasir Mari kalian ke sini menuju maju terus

Sementara itu Saya melihat daun telinga yang terpotong dan berayun-ayun namun ia berperang terus dengan giginya

Akhirnya kemenangan berhasil diraih kaum muslimin sekali lagi Jazirah Arab berhasil dipersatukan dalam pangkuan keimanan Abu Bakar as-siddiq berpulang ke Rahmatullah dengan sukacita dan bergembira setelah itu menyusul zaman Umar Ibnul khotthob ia ingin melepaskan para sahabat rasul ke negeri parsi dan room untuk menyebarkan agama Allah dan berdakwah mempersatukan pengabdian hanya kepada Allah ta'ala Khalifah Umar Ibnul khotthob memilih beberapa orang dari sahabat rasul sebagai panglima tertinggi militer dan sebagian lagi diangkat menjadi penasehat pemerintahannya

Beliau juga mengirimkan sekelompok pejabat yang tugasnya mutu peti jizyah dan zakat ke pelosok Negeri Adapun kelompok keempat yang dikirim khalifah ialah para guru agama yang akan memperdalam ilmu agama dan ilmu umum masyarakat kebetulan Ammar bin Yasir tergolong orang yang dipercaya penyandang tugas sebagai Amir atau Gubernur kufah

Alifah mengirimkan surat kepada penduduk kufah isinya kurang lebih ama barat saya mengirimkan kepada kalian Umar bin Yasir sebagai Amir dan Ibnu Mas'ud sebagai guru dan pembantunya saya juga menganggap Ibnu Mas'ud sebagai kepala bayi itu mahal pembendaharaan kaum muslimin ketahuilah bahwa kedua orang tersebut tergolong orang yang murah hati dan mulia dari para sahabat rasul dan dari pahlawan Perang Badar dengarkan bicaranya patuhi perintahnya dan teladani tingkah lakunya

Amar hidup di tengah-tengah penduduk kufah sebagai beberapa lamanya melakukan segala-galanya dengan jujur amanah yang dikaruniai nya diridhoi Allah dan rasulnya

Hidup sebagai Amir yang sederhana sebagai Hakim yang taqwa sebagai seorang wali yang cinta kepada rakyatnya dan berusaha mengatasi keluh kesahnya ia tidak bertindak keras dan kasar terhadap siapapun seperti yang biasa dilakukan oleh seorang pejabat Ia melakukan pekerjaan dirinya dan mengangkat barang-barang yang sendiri

Ibnu Abi hudalil berkata saya melihat Ammar bin Yasir membeli mentimun sedirham di pasar kemudian diikat dengan tali dan digendong di belakangnya padahal Ia seorang Amir kufah akan tetapi tingkah lakunya itu kurang menyenangkan penduduk kufah kemudian ia dituduh kerap acap kurang cakap tidak pandai berpolitik dan tidak tahu untuk apa ia diangkat sebagai Amir atau Gubernur

Renungan

Amar selalu memohon perlindungan kepada Allah dari fitnah fitnah berkecambuk di kalangan kaum muslimin nomor akan kesatuan dan persatuan mereka sesudah Allah melimpahkan berbagai rahmat dan nikmatnya lahir dan batin ia memberikan bimbingan untuk masuk Islam agama persatuan dan kesatuan dan menyerahkan kepada mereka pemerintahan dunia sehingga penduduknya datang berbondong-bondong masuk Islam bermakmum kepada mereka

129

Sabtu, 02 Desember 2017

Filologi 2

Senin, 28 April 2014

Makalah Filologi : Sejarah Perkembangan Filologi di Nusantara

MAKALAH FILOLOGI

SEJARAH PERKEMBANGAN FILOLOGI  DI NUSANTARA

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Sebuah peradaban tidak dapat terlepas dari masa lampau. Nusantara merupakan kawasan yang terletak dibagian Asia Tenggara, yang mana telah memiliki peradaban tinggi dan mewariskan pada generasi selanjutnya melalui berbagai media, salah satunya tulisan berupa naskah yang mengandung banyak sejarah serta peninggalan-peninggalan berharga lainnya yang mengidentifikasikan tinggi rendahnya sebuah peradaban. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji peninggalan-peninggalan sejarah tersebut.

Dalam kurun waktu 50 tahun ini, penelitian filologi telah maju dengan pesat. Seperti halnya ilmu lain, teknologi modern telah menunjang perkembangannya.[1] Studi filologi merupakan studi yang sangat signifikan dalam hal mengkaji warisan budaya yang tersebar dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Studi filologi berkonsentrasi pada pengkajian terhadap naskah-naskah kuno.

Filologi adalah ilmu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas mencakup bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan.[2] Disiplin filologi pernah mencapai prestasi spiritual dan ilmiah pada berbagai periode dalam tradisi besar termasuk tradisi Barat dan tradisi Islam. [3] Filologi sudah dikenal sejak abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli di kota iskandariyah yang dikenal sebagai ahli filologi.[4] Sejarah perkembangan filologi terus berlanjut ke kawasan timur tengah pada abad ke-4 M, kemudian menyebar ke kawasan Nusantara pada abad ke-16 M.

Nusantara dikenal sebagai negara yang kaya dengan khazanah budaya peninggalan masa lampau. Salah satu diantaranya adalah peninggalan dalam bentuk naskah-naskah lama dengan tulisan tangan. Dimana Objek kajian filologi sendiri adalah teks dan naskah. Keduanya  diibaratkan dua sisi dari sebuah mata uang.[5]

Perlu dicatat bahwa jumlah naskah-naskah milik pribadi (Nusantara) yang banyak diakses karena dianggap suci (keramat). Itupun baru naskah berbahasa arab, belum lagi naskah-naskah dalam bahasa daerah nusantara lainnya seperti Melayu, Jawa, Sunda, Aceh, Bali, Batak, dan lain-lain yang tidak jarang juga memuat teks-teks keagamaan. Nurcholis Madjid pernah mengatakan, bahwa naskah-naskah “kita” terdapat dalam jumlah jutaan! [6].

Kawasan Nusantara terbagi dalam berbagai etnis dengan ciri khas masing-masing tanpa meninggalkan sifat khas kebudayaan Nusantara.[7] Keinginan untuk mengkaji naskah-naskah Nusantara hadir setelah ketangan bangsa Barat. Yang kemudian telaah naskah dilanjutkan oleh para penginjil. Dari perkembangan filologi ini pula lahir para tokoh-tokoh filologi Nusantara yang berperan dalam perkembangan filologi.

B.  Rumusan Masalah

Pada makalah ini akan dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1.    Bagaimana sejarah perkembangan filologi di Nusantara?
2.    Bagaimana peran filologi dalam mempelajari Sastra Islam Nusantara?
3.    Bagaimana Karakteristik Teks Ulama Nusantara?
4.     Bagaimana Kajian dan Penelitian Filologi Ulama Nusantara?

C.  Tujuan

1.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan filologi di Nusantara?
2.    Untuk mengetahui bagaimana peran filologi dalam mempelajari Sastra Islam Nusantara?
3.    Untuk mengetahui bagaimana Karakteristik Teks Ulama Nusantara?
4.     Untuk mengetahui bagaimana Kajian dan Penelitian Filologi Ulama Nusantara?

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Sejarah Perkembangan Filologi di Nusantara

Nusantara merupakan kawasan yang memiliki peradaban tinggi dan diwariskan secara turun-temurun melalui berbagai media, antara lain media tulisan yang berupa naskah-naskah. Kekayaan Nusantara akan naskah-naskah lama dibuktikan dengan jumlah koleksinya yang dewasa ini terdapat di berbagai pusat studi kebudayaan Timur pada umumnya. Filologi di Nusantara, awalnya dikembangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda, bertujuan untuk mengungkap informasi masa lampau yang terkandung dalam bahan tertulis peninggalan masa lalu dengan harapan adanya nilai-nilai atau hasil budaya masa lampau yang diperlukan dalam kehidupan masa kini. [8] Kawasan Nusantara terbagi dalam banyak kelompok etnis, yang masing-masing memiliki bentuk kebudayaan yang khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan kebudayaan Nusantara .[9]

Dalam tradisi Islam, kajian filologis bermula dari terkonstruknya tata bahasa ilmiah karya Khalid bin Ahmad dan Sibaweyh, serta kebangkitan peradaban fiqh (Yurispudensi), ijtihad (hermeneutika yurispudensi), dan ijtihad (interpretasi). Pada tahap selanjutnya, fiqh lughawi, hermeneutika bahasa muncul dalam budaya Arab-Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam praktik pembelajaran Islam. Aktivitas-aktivitas ini berlangsung pada abad ke-12 dalam tradisi intelektual Islam, jauh sebelum dunia Barat-Kristen mengadopsinya. (Sudibyo, 2007:108)  

Geliat perkembangan filologi juga terjadi di Indonesia. Meski bangsa ini baru genap berusia 70 tahun pada 17 Agustus lalu, namun Indonesia memiliki peninggalan manuskrip-manuskirp yang sangat banyak. Tidak kurang dari 5000 naskah dengan 800 teks tersebar dalam berbagai museum dan perpustakaan di penjuru dunia. (Siti Bararah Baried, dkk, 1994: 9). Objek kajian filologi yang melimpah di bumi Nusantara, seharusnya menjadi mortar bagi kebangkitan kajian filologi di negeri ini. Sejarah kajian filologi di Nusantara perlu diangkat ke permukaan, guna mendesripsikan geliat kajian filologi. Lebih lanjut, kajian ini bisa menjadi tolak ukur telah sejauh mana kajian filologis di Indonesia.

Kata filologi berasal  dari bahasa Yunani philogia yang berupa gabungan kata dari Philos yang berarti ‘teman’ dan logos yang berarti ‘pembicaraan’ atau ‘ilmu’. Dalam bahasa Yunani philogia berarti ‘senang berbicara’ yang kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’, ‘senang kepada ilmu’, ‘senang kepada tulisan-tulisan,’ dan kemudian ‘senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi’ seperti ‘karya-karya sastra’.[2] Jadi filologi sebagai disiplin ilmu mengenai bahasa dan sastra suatu bangsa, pada mulanya sangat erat kaitannya dengan bahasa dan sastra bangsa Yunani dan Romawi, kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa-bangsa lain, seperti  bangsa Perancis, Spayol, Belanda.[3]

Siti Baroroh Baried dkk, Pengantar Teori Filologi, BPPF, Yogyakarta ,1994,  hlm. 2.

[3] Elis Suryani , Filologi, Ghalia Indonesia, Bogor,  2012, hlm. 2-3.

Secara etimologis, filologi berarti ketertarikan terhadap kata. Dalam arti ini, filologi bersinonim dengan berbagai kajian tentang bahasa, dan hampir seluruh studi tentang produk jiwa manusia. Namun, secara khusus, filologi dimaknai sebagai konfigurasi keahlian ilmiah yang sesuai dengan kekuratoran teks historis (historical text curatorship) (Sudibyo, 2007: 108). Dalam artian khusus ini, filologi memiliki dua tugas utama, mengidentifikasi dan merestorasi setiap teks dari berbagai masa yang telah lampau.

Di Indonesia, tradisi penulisan naskah sangat dipengaruhi oleh kebudayaan India, terutama sebelum abad ke-14 M. Teks-teks yang diprediksi muncul sejak abad ke-7 banyak dipengaruhi oleh agama Budha, serta menggunakan bahasa sansekerta sebagai bahasa pengantarnya. Hal ini dapat dimaklumi, karena pada saat itu, Sriwijaya menjadi pusat pemerintahan yang menguasai Nusantara.

Teks yang berasal dari India banyak disalin, didiskusikan, dan diberikan komentar dalam bahasa Jawa Kuno. Dalam kurun waktu beberapa abad, bahasa Sansekerta menjadi salah satu bahasa terpenting bagi kalangan cendikiawan dan agamawan di Sumatra, Jawa, dan Bali. Pada perkembangan selanjutnya, model-model teks sansekerta ini banyak memengaruhi penulisan teks asli dalam bahasa Jawa Kuno yang menyebabkan karakteristik tersendiri dalam penulisan teks di Nusantara pada kala itu (Oman Fathutahman, 2015: 41).

B. Peran Filologi dalam Mempelajari Sastra Islam Nusantara

Salah satu perubahan penting dalam sejarah dan tradisi tulis naskah di Indonesia adalah ketika pengaruh Islam semakin kuat pada abad ke-13, serta bergantinya bahasa sansekserta menjadi bahasa Melayu sebagai bahasa politik, dagang, agama, dan budaya. Pada abad ke-14, tradisi penulisan naskah Melayu dengan menggunakan aksara Jawi mulai mendominasi, khususnya di wilayah Selat Malaka. Namun, sampai saat ini, jejak-jejak aksara pra-Islam masih dapat ditemukan (Oman Fathurahman, 2015: 42).

Meski manuskrip-manuskrip Nusantara telah ada sejak abad ke-7 M, namun kajian filologi di Indonesia baru tumbuh dan berkembang pada saat Pemerintah Kolonial Belanda melalui ide beschaving missie (misi pemberadaban). Untuk mewujudkan visi tersebut, Belanda membangun dua institusi pusat: Nederlandsch Bijbel Genootschap (NBG) dan Konink lijk Instituut voor Taal-en Volkenkunde (KITLV). NBG bergerak dalam syiar agama Kristen, sedangkan KILTV fokus dalam riset bahasa, geografi, dan antropologi (Sudibyo, 2007: 111).

Salah satu misi utama NBG adalah menerjemahkan Al-Kitab dalam bahasa daerah di wilayah jajahan Belanda. Untuk itu, NBG tidak ingin merekrut penerjemah amatir. Lembaga tersebut menetapkan syarat yang ketat untuk penerjemah Al-Kitab yang diberi kedudukan sebagai taalafgecaardidge (utusan bahasa). Dapat difahami, tujuan dari dibentuknya lembaga ini adalah untuk menanamkan nilai-nilai kristiani kepada penduduk pribumi.

Sedangkan KITLV didirikan untuk menginfentaris pengetahuan ilmiah tentang bahasa, geografi, dan antropoplogi Jawa yang dapat memberikan kontribusi nyata bagi pemerintah kolonial. Dengan cara demikian, maka kekuasaan Belanda dapat dipertahankan dalam kurun waktu yang lama. (Sudibyo, 2007: 112) Tujuan itu menjelaskan bahwa lembaga KITLV didirikan untuk mempertahankan pemerintahan absolut Belanda di bumi Nusantara, khususnya Jawa.

Hasrat intelektual pribumi untuk mengkaji teks-teks Nusantara baru muncul setelah tahun 1965, ketika mulai terjalin berbagai kerjasama antara perguruan tinggi Indonesia dengan sejumlah institusi yang ada di luar negeri. Sebelumnya, kajian-kajian filologi di Indonesia belum terbina. Salah satu hal yang paling memengaruhi adalah masuknya berbagai teori sastra, sepert strukturalisme, intertekstualitas, resepsi, serta berbagai teori lainnya ke dalam khazanah intelektual di Indonesia, tak terkecuali para pengkaji naskah. Hal tersebut terjadi pada awal tahun 1960-an (Oman Fathurhman, dkk, 2010: 16).

Berbagai pendekatan teori  sastra dalam mengkaji naskah-naskah kuno tersebut, telah memberikan kontribusi besar dalam perkembangan kajian filologi di Indonesia. Ikram, sebagaimana dikutip Oman Fathurahman, dkk (2010:17) mengatakan bahwa para filolog menjadi lebih sistematis dalam menelusuri makna dan fungsi naskah sebagai sebuah jenis sastra lama. Hingga saat ini,  pendekaan kajian naskah dengan memanfaatkan berbagai teori sastra banyak diikuti oleh para pengkaji naskah generasi selanjutnya.

Baried, Siti Bararah, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Jogjakarta: BPPF Seksi Filologi, Fak. Sastra, UGM).   

Fathurahman, Oman, dkk. 2010. Filologi dan Islam Indonesia. Jakarta: Pasutbang Lektur Keagamaan.

--------------------------------. 2015. Filologi Indonesia: Teori dan Metode. Jakarta: Prenada Media Group

Sudibyo. 2007. Kembali ke Filologi: Filologi Indonesia dan Tradisi Orientaslisme.Dalam Jurnal Humaniora Volume 19. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada.

C. Karakteristik Teks Ulama Nusantara

D. Kajian dan Penelitianenelitian Filologi Ulama Nusantara

3.      Kegiatan Filologi Terhadap Naskah Nusantara

Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah Nusantara bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisis isinya atau untuk kedua-duanya. Hasil suntingannya pada umumnya berupa penyajian teks dalam huruf aslinya, yaitu huruf Jawa, huruf Pegon atau huruf Jawi dengan disertai pengantar atau pendahuluan yang sangat singkat tanpa analisis isinya, misalnya suntingan Ramayana Kakawin oleh H. Kern. [15]

Perkembangan selanjutnya, naskah itu disunting dalam bentuk transliterasi dalam huruf Latin, misalnya Wrettasantjaja(1849), Ardjoena-Wiwaha (1850) danBomakawya (1950). Ketiga-tiganya naskah Jawa kuno disunting oleh T.Th.A. Friederich dan Brata Joeda (1850) oleh Cohen Stuart. Setelah itu suntingan naskah disertai dengan terjemahan dalam bahasa asing, terutama bahasa Belanda, merupakan perkembangan filologi selanjutnya. Misalnya: Sang Hyang Kamahayanikan, Oud Javaansche tekst met inleiding, vertaling en aanteekeningan oleh J. Kats (1910) dan Arjuna-Wiwaha oleh Poerbatjaraka (1926).[16]

Pada abad ke-20 muncul terbitan ulangan dari naskah yang pernah di-sunting sebelumnya dengan maksud untuk menyempurnakan, misalnya terbitan sebuah primbon Jawa dari abad ke-16, pertama-tama oleh Cunning (1881) dengan metode diplomatic. Kemudian pada tahun 1921 disunting oleh H. Kreamer dengan judul Een Javaansche Primbon uit de Zestiende Eeuw, dan pada tahun 1954 diterbitkan lagi oleh G.W.J. Drew dengan judul yang sama. Pada abad ke-20 banyak diterbitkan naskah-naskah keagamaan baik naskah Melayu maupun naskah Jawa hingga kandungan isinya dapat dikaji oleh ahli filologi serta selanjutnya mereka menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut.

Pada periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra (Barat), misalnya analisis struktur dan minat terhadap naskah Hikayat Sri Rama dikerjakan oleh Achadiati Ikran berjudul Hikayat Sri Rama, Suntingan Naskah disertai Telaah Amanat dan Struktur (1980), berdasarkan analisis struktur dan fungsi terhadap teks Hikayat Hang Tuah dikerjakan oleh Sulastin Sutrisno berjudul Hikayat Hang Tuah.[17]

Dengan telah dikenalinya dan tersedianya suntingan sejumlah naskah-naskah Nusantara, maka kemungkinan menyusun sejarah kesastraan Nusantara atau kesastraan daerah. Tersedianya naskah serta suntingan-suntingan naskah-naskah Nusantara juga telah mendorong minat untuk menyusun kamus ba­hasa - bahasa Nusantara,  bahkan sejak abad ke-19 telah terbit be­berapakamus bahasa Jawa dan lain-lain. 

Kegiatan filologi terhadap naskah-naskah Nusantara telah mendorong berbagai kegiatan ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan oleh berbagai disiplin teru­tama disiplin humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Kegiatan tersebut telah memenuhi tujuan ilmu filologi ialah melalui telaah naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telah mengangkat nilai-nilaai luhur yang disimpan di dalamnya [18].

. Filologi di Kawasan Nusantara

Nusantara adalah kawasan yang termasuk Asia Tenggara. Seperti kawasan Asia pada umumnya, Nusantara telah memiliki peradaban tinggi dan diwariskan pada generasi selanjutnya melalui berbagai media, salah satunya tulisan berupa naskah. Kawasan Nusantara terbagi dalam berbagai etnis dengan ciri khas masing-masing tanpa meninggalkan sifat khas kebudayaan Nusantara. Keinginan untuk mengkaji naskah-naskah Nusantara hadir setelah ketangan bangsa Barat. Yang pertama menyadari nilai berharga naskah Nusantara adalah pedagang yang ingin mendapat untung dari penjualan naskah tersebut. Datangnya bangsa Barat dan ditulisnya buku tentang kebudayaan Nusantara oleh Frederik de Houtman menimbulkan minat besar bangsa Barat pada Nusantara.

Dan walaupun terdapat beragam suku dengan bahasa yang berbeda-beda namun untuk mendekati bangsa ini langkah pertama yang diperlukan adalahkemampuan bahasa Melayu. Karena kemampuan berbahasa Melayu akan membuka komunikasi dengan pribumi dan bangsa lain yang juga mengunjungi daerah ini. Selanjutnya pengamatan terhadap bahasa melalui pembacaan naskah dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim dalam jumlah besar oleh VOC. Bahasa Nusantara dipelajari untuk kepentingan tugas penginjil. Hasilnya adalah penelitian dan catatan rapi mengenai kebudayaan bahkan hingga suku yang belum mengenal tulisan.

Karena keterbatasan tenaga, awalnya kegiatan filologi hanya sampai pada tahap menyunting. Yaitu menyajikan naskah pada bentuk aslinya ditambahkan keterangan pendahuluan. Pada tahapan selanjutnya, naskah disunting dalam bentuk transliterasi dalam huruf latin. Perkembangan selanjutnya adalah suntingan naskah disertai terjemahannya dalam bahasa asing. Pada abad ke- 20 muncul suntingan yang lebih mantap dengan kritik teks disertai terjemahan dalam bahasa Belanda, Inggris, atau Jerman. Juga muncul terbitan ulang dari naskah yang sudah pernah disunting dengan maksud untuk menyempurnakan. Pada saat itu juga banyak terbit naskah- naskah keagamaan baik Melayu maupun Jawa, sehingga dapat dikaji oleh ahli teologi serta selanjutnya menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut. Selanjutnya banyak diterbitkan suntingan-suntingan naskah dengan pembahasan isi ditinjau dari berbagai disiplin.

Pada periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra barat. Banyak terdapat analisis struktural, fungsi, dan amanat pada naskah-naskah tersebut. Besarnya minat dan kesempatan pada masa-masa selanjutnya mendorong terbitnya kamus bahasa-bahasa Nusantara. Kajian terhadap naskahnya juga membuka kebudayaan Nusantara dan mengangkat nilai-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya. Sedangkan dari Indonesia sendiri, tokoh pribumi yang diakui sebagai ahli filologi adalah Husein Djayadiningrat dengan penelitian mengenai sejarah Banten.

Sedangkan setelah perang dunia kedua hanya terdapat sedikit ahli filologi dengan sedikit karya yang dihasilkan. Selanjutnya setelah perginya nama-nama besar R.M.Ng. Poerbatjaraka dan Prof. R. Prijana ahli filologi sangat sulit ditemukan. Usaha mencari karya filologi dari bangsa sendiri bisa dibilang sia-sia. Belum dapat ditemukan sumbangan yang berarti dalam bidang filologi dari dua universitas tertua di Indonesia, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. Sehingga sumbangan filologi dalam perkembangan kebudayaan nasional pun hampir tak ada. Nusantara seharusnya bersyukur atas peninggalan tertulis dari generasi sebelumnya.

Untuk itu diperlukan kajian filologi yang memadai sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kebudayaan dan sejarah kehidupan sebelumnya. Sebenarnya kajian filologi akan sangat berguna juga karena dapat digunakan dalam bidang ilmu lain. Sayangnya kajian filologi saat ini belum terlihat hasil yang berarti. Bila saja ilmu filologi dilengkapi dengan ilmu sosial lainnya seperti arkeologi maupun antropologi, tentu akan didapati hasil yang lebih baik.

B.       Tokoh-Tokoh Filologi Nusantara [19]

1.     Husein Djayadiningrat // Critische Beschouwing Wan De Sadjarah Banten(1913), berdasarkan naskah Babad Banten.

2.     R.M.Ng. Poerbatjaraka // Arjuna-Wiwaha(1926) .

3.     Teuku Iskandar // De Hikajat Atjeh(1959).

4.     Naguib Al-Attas // The Mysticism Of Hamzah Fansuri (1970), dari buku Hamzah Fansuri.

5.     Siti Soleh // Hikayat Merong Mahawangsa (1970).

6.     Haryati Soebadio // Jnānasiddhanta  (1971).

7.     S. Soebardi // The Boek Of Cabolek (1975), berdasarkan naskah Serat Cabolek.

8.     S. Supomo // Arjuna-Wiwaha (1977).

9.     Edi Ekajati // Cerita Dipati Ukur (1978), dari naskah sejarah tradisional Sunda.

10.  Herman Sumantri // Sejarah Sukapura(1979), dari naskah sejarah tradisional Sunda.

11.  Sulastin Sutrisno // Hikayat Hang Tuah; Analisis Struktur Dan Fungsi (1979).

12.  Achadiati Ikram // Hikayat Sri Rama Suntingan Naskah Disertai Telaah Amanat Dan Struktur (1980).

13.  Prof. R. Prijana.

14.  Nabilah Lubis // Syech Yusuf Al-Taj Al-Makassari, Menyingkap Intisari Segala Rahasia

BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1.      Kearifan lokal yang mengakar dalam suatu kebudayaan dapat dilacak kembali pada tinggalan budaya masa lalu kebudayaan tersebut. Aneka bentuk tinggalan budaya masa lalu tersebut salah satunya berbentuk naskah dan ilmu pengetahuan memungkinkan adanya kajian ilmiah terhadap naskah tersebut yakni dengan menggunakan ilmu filologi.

2.      Filologi sebagai suatu bidang ilmu adalah suatu studi tentang kajian atau telaah naskah-naskah atau karya sastra masa lampau yang memiliki nilai informatif dengan tujuan untuk mengungkapkan makna dan pesan yang terkandung didalamnya untuk kepentingan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.

Filologi sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan karena dengan mengetahui ilmu filologi maka banyak ilmu lain yang bisa ketahui.

Sejarah perkembangan filologi di Nusantara awalnya dikembangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda, Yang pertama kali mengetahui adanya naskah di Nusantara adalah para pedagang Barat, peran para pedagang sebagai pengamat bahasa melalui pembacaan naskah-naskah dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim VOC ke Nusantara selama 2 abad pertama.

B.  Saran

Dari kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran bahwa masyarakat umum harus diberikan pemahaman yang baik tentang ilmu filologi. Jika mereka menyimpan atau mengetahui tentang naskah kuno mereka bisa memberitahu kepada ahli filologi atau mereka bisa memperlakukan naskah tersebut dengan lebih baik, sehingga pengetahuan akan lebih berkembang dan bisa disebarluaskaan.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Nabilah. 2007. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta : Yayasan Media Alo Indonesia.

Ikram , Achadiati. 1997. Filologia Nusantara. Jakarta : Pustaka Jaya.

Baried, Siti Baroroh dkk. 1994.Pengantar Teori Filologi.Yogyakarta : Fakultas Sastra UGM.

http://achafilologi.blogspot.com/ di akses pada 18 Maret 2014

http://hendyyuniarto.blogspot.com/2008/12/filologi-di-kawasan- nusantara.html di akses pada 18 Maret 2014

http://staff.uny.ac.id/sites/default/.../DIKTAT~Filologi_2.pdf / diakses pada 18 Maret 2014

http://museologi2010.blogspot.com/2010/10/sejarah-perkembangan filologi.html diakses pada 29 Maret 2014

http://journal.ugm.ac.id/index.php/jurnal-humaniora/article/download/diakses pada 05 April 2014

[1] Achadiati Ikram, Filologia Nusantara (Jakarta: Pustaka Jaya, 1997), h. 1

[2] Nabilah Lubis, Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi(Jakarta:Yayasan Media Alo Indonesia, 2007), h.16

[3] http://journal.ugm.ac.id/index.php/jurnal-humaniora/article/download/ diakses pada 05 April 2014

[4] Nabilah Lubis, op. cit. h. 21

[5] http://staff.uny.ac.id/sites/default/.../DIKTAT~Filologi_2.p diakses pada 18 Maret  2014

[6] Nabilah Lubis, op. cit h.3

[7] Ibid, h.53

[8] Siti Baroroh Baried dkk, Pengantar Teori Filologi (Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM, 1994), h. 9

[9] Nabilah Lubis, op. cit h.53

[10]http://hendyyuniarto.blogspot.com/2008/12/filologi-di-kawasan-nusantara.htmldi akses pada 18 Maret 2014

[11]http://museologi2010.blogspot.com/2010/10/sejarah-perkembangan-filologi.htmldiakses pada 29 Maret 2014

[12] Nabilah Lubis, op. cit. h.53

[13] Ibid, h. 53

[14] Ibid, h. 54

[15] Ibid, h. 55-56

[16] http://museologi2010.blogspot.com/2010/10/sejarah-perkembangan filologi.htmldiakses pada 29 Maret 2014

[17] Nabilah Lubis, op. cit. h.57

[18] Ibid, h. 58

[19] http://achafilologi.blogspot.com/ di akses pada 18 Maret 2014

nita adiyati di 01.42

Qurban Pertamaku 2023

Rangkaian cerita yang Allah susun semuanya sempurna, indah, tidak ada yang janggal, apalagi keliru. Skenario Allah tersusun begitu apik, har...