Minggu, 13 Agustus 2017

Tafsir Al-Baqarah 275

Tafsir Surat Al Baqarah, ayat 275

{الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275) }

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu karena mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Setelah Allah menuturkan perihal orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, mengeluarkan zakatnya, lagi suka berbuat kebajikan dan memberi sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan, juga kepada kaum kerabatnya dalam semua waktu dan dengan berbagai cara, maka Allah Swt. menyebutkan perihal orang-orang yang memakan riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil, serta melakukan berbagai macam usaha syubhat. Melalui ayat ini Allah Swt. memberitakan keadaan mereka kelak di saat mereka dibangkitkan dari kuburnya, lalu berdiri menuju tempat dihimpunnya semua makhluk. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَما يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطانُ مِنَ الْمَسِّ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, tidak sekali-kali mereka bangkit dari kuburnya pada hari kiamat nanti, melainkan seperti orang gila yang terbangun pada saat mendapat tekanan penyakit dan setan merasukinya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi berdiri mereka pada saat itu sangat buruk.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang memakan riba (melakukan riba) dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan gila dan tercekik. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Auf ibnu Malik, Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan.
Telah diriwayatkan dari Abdullah ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan, bahwa mereka telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Al-Baqarah: 275), Yakni kelak pada hari kiamat. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Abu Nujaih dari Mujahid, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadis Abu Bakar ibnu Abu Maryam dari Damrah ibnu Hanif, dari Abu Abdullah ibnu Mas'ud, dari ayahnya, bahwa ia membaca ayat berikut dengan bacaan berikut tafsirnya, yaitu: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan   seperti  berdirinya  orang  yang   kemasukan  setan karena (tekanan) penyakil gila, kelak di hari kiamat. (Al-Baqarah: 275)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Rabi'ah ibnu Kalsum, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kelak di hari kiamat dikatakan kepada pemakan riba, "Ambillah senjatamu untuk perang," lalu ia membacakan firman-Nya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakil gila. (Al-Baqarah: 275) Demikian itu terjadi ketika mereka bangkit dari kuburnya.
Di dalam hadis Abu Sa'id Al-Khudri yang mengisahkan tentang hadis Isra, seperti yang disebutkan di dalam surat Al-Isra", dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. di malam beliau melakukan Isra melewati suatu kaum yang mempunyai perut besar-besar seperti rumah. Maka beliau Saw. bertanya (kepada Jibril) tentang mereka, lalu dikatakan kepadanya bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan riba. Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam hadis yang panjang.

قَالَ ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي الصَّلْتِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ، فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ. فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ibnu Abu Syaibah. telah menceritakan kepada kami Al-Hasan Ibnu Musa, dari Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Abus Silt, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku bersua di malam aku menjalani Isra dengan suatu kaum yang perut mereka sebesar-besar rumah, di dalam perut mereka terdapat ular-ular yang masuk dari luar perut mereka. Maka aku bertanya, "Siapakah mereka itu, hai Jibril?" Jibril menjawab, "Mereka adalah para pemakan riba."
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Hasan dan Affan, keduanya dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama, tetapi di dalam sanadnya terkandung kelemahan.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Samurah ibnu Jundub di dalam hadisul manam (mengenai mimpi) yang cukup panjang. Di dalamnya disebutkan bahwa kami menjumpai sebuah sungai, yang menurut dugaanku perawi mengatakan bahwa warna airnya merah seperti darah. Tiba-tiba di dalam sungai itu terdapat seorang lelaki yang sedang berenang, sedangkan di pinggir sungai terdapat lelaki lain yang telah mengumpulkan batu-batuan yang banyak di dekatnya. Lalu lelaki yang berenang itu menuju ke arah lelaki yang di dekatnya banyak batu. Ketika lelaki yang berenang itu mengangakan mulutnya, maka lelaki yang ada di pinggir sungai menyumbatnya dengan batu. Lalu perawi menuturkan dalam tafsir hadis ini bahwa lelaki yang berenang itu adalah pemakan riba.

*******************

Firman Allah Swt.:

{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا}

Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, sesungguhnya mereka menghalalkan hal tersebut tiada lain karena mereka menentang hukum-hukum Allah dalam syariat-Nya, dan hal ini bukanlah analogi mereka yang menyamakan riba dengan jual beli, karena orang-orang musyrik tidak mengakui kaidah jual beli yang disyariatkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an. Sekiranya hal ini termasuk ke dalam pengertian kias (analogi), niscaya mereka mengatakan, "Sesungguhnya riba itu seperti jual beli," tetapi ternyata mereka mengatakan:sesungguhnya jual beli sama dengan riba. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, jual beli itu sama dengan riba; mengapa yang ini diharamkan, sedangkan yang itu tidak? Hal ini jelas merupakan pembangkangan dari mereka terhadap hukum syara'. Yakni yang ini sama dengan yang itu, tetapi yang ini dihalalkan dan yang itu (riba) diharamkan.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah: 275)
Makna ayat ini dapat ditafsirkan sebagai kelanjutan dari kalam sebelumnya untuk menyanggah protes yang mereka katakan, padahal mereka mengetahui bahwa Allah membedakan antara jual beli dan riba secara hukum. Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana yang tiada akibat bagi keputusan hukum-Nya, tidak dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka pasti dimintai pertanggungjawabannya. Dia Maha Mengetahui semua hakikat segala perkara dan kemaslahatannya; mana yang bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya, hal itu dihalalkan-Nya bagi mereka; dan mana yang membahayakan mereka, maka Dia melarang mereka darinya. Dia lebih belas kasihan kepada mereka daripada belas kasih seorang ibu kepada bayinya. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah Swt berfirman:

فَمَنْ جاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ

Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangandari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambilriba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya terserah kepada Allah. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, barang siapa yang telah sampai kepadanya larangan Allah terhadap riba, lalu ia berhenti dari melakukan riba setelah sampai berita itu kepadanya, maka masih diperbolehkan mengambil apa yang dahulu ia lakukan sebelum ada larangan. Dikatakan demikian karena firman-Nya:  

عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ

Allah memaafkan apa yang telah lalu. (Al-Maidah: 95)
Seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. pada hari kemenangan atas kota Mekah, yaitu:

«وَكُلُّ رِبًا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ تَحْتَ قَدَمَيْ هَاتَيْنِ، وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَا الْعَبَّاسِ»

Semua riba Jahiliah telah diletakkan di bawah kedua telapak kakiku ini (dihapuskan), mula-mula riba yang kuhapuskan adalah riba Al-Abbas.
Nabi Saw. tidak memerintahkan kepada mereka untuk mengembalikan bunga yang diambil mereka di masa Jahiliah, melainkan memaafkan apa yang telah lalu. Seperti juga yang disebutkan di dalam firman-Nya:    maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. (Al-Baqarah: 275)
Menurut Sa'id ibnu Jubair dan As-Saddi, baginya apa yang telah lalu dari perbuatan ribanya dan memakannya sebelum datang larangan dari Allah Swt.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah membacakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Jarir ibnu Hazm, dari Abu Ishaq Al-Hamdani, dari Ummu Yunus (yakni istrinya yang bernama Aliyah binti Abqa'). Ia menceritakan bahwa Ummu Bahnah (ibu dari anak Zaid ibnu Arqam) pernah mengatakan kepada Siti Aisyah r.a., istri Nabi Saw., "Hai Ummul Mukminin, kenalkah engkau dengan Zaid ibnu Arqam?" Siti Aisyah r.a. menjawab, "Ya." Ia berkata, "Sesungguhnya aku menjual seorang budak kepadanya seharga delapan ratus secara 'ata. Lalu ia memerlukan dana, maka aku kembali membeli budak itu dengan harga enam ratus sebelum tiba masa pelunasannya." Siti Aisyah menjawab, "Seburuk-buruk jual beli adalah apa yang kamu lakukan, alangkah buruknya jual beli kamu. Sampaikanlah kepada Zaid, bahwa semua jihadnya bersama dengan Rasulullah Saw. akan dihapuskan, dan benar-benar akan dihapuskan (pahalanya) jika ia tidak mau bertobat." Ummu Yunus melanjutkan kisahnya, bahwa ia berkata kepada Siti Aisyah r.a., "Bagaimanakah pendapatmu jika aku bebaskan yang dua ratusnya, lalu aku menerima enam ratusnya?" Siti Aisyah menjawab, "Ya, boleh."Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya (sebelum datang larangan). (Al-Baqarah: 275)
Asar ini cukup terkenal, dan dijadikan dalil bagi orang yang mengharamkan masalah riba 'aini, selain dalil-dalil lainnya berupa hadis-hadis yang disebutkan di dalam kitab mengenai hukum-hukum. 

*******************

Allah Swt berfirman:

وَمَنْ عادَ

Orang yang kembali. (Al-Baqarah: 275)
Yakni kembali melakukan riba sesudah sampai kepadanya larangan Allah, berarti ia pasti terkena hukuman dan hujah mengenainya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: 

{فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}

maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 275)

قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَجَاءٍ الْمَكِّيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْم، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ لَمْ يَذْرِ الْمُخَابَرَةَ، فَلْيَأْذَنْ بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ"

Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja Al-Makki, dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Al-Baqarah: 275); Maka Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang tidak mau meninggalkan (berhenti dari) mukhabarah (bagi hasil), maka diserukan perang terhadapnya dari Allah dan Rasul-Nya.
Hadis riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Abu Khaisam, dan ia mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Mukhabarah, juga dikenal dengan istilah muzara'ah, ialah menyewa lahan dengan bayaran sebagian dari apa yang dihasilkan oleh lahan itu. Muzabanah ialah membeli buah kurma gemading yang ada di pohonnya dengan pembayaran berupa buah kurma yang telah dipetik (masak). Muhaqalah yaitu membeli biji-bijian yang masih hijau dengan biji-bijian yang telah masak (ijon). Sesungguhnya semuanya dan yang semisal dengannya diharamkan tiada lain untuk menutup pintu riba, mengingat persamaan di antara kedua barang yang dipertukarkan tidak diketahui karena belum kering. Karena itulah para ahli fiqih mengatakan bahwa persamaan yang tidak diketahui sama halnya dengan mufadalah (ada kelebihan pada salah satu pihaknya). Berangkat dari pengertian inilah maka mereka mengharamkan segala sesuatu yang menjurus ke arah riba dan memutuskan semua sarana yang membantunya, sesuai dengan pemahaman mereka. Perbedaan pendapat dan pandangan mereka dalam masalah ini berpangkal dari ilmu yang dianugerahkan oleh Allah Swt. kepada masing-masing dari mereka, karena Allah Swt. telah berfirman:

وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ

Dan di atas setiap orang yang berilmu ada yang lebih berilmu. (Yusuf: 76)
Bab "Riba" merupakan bab paling sulit menurut kebanyakan ahli ilmu agama. Amirul Mukminin Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengatakan, "Seandainya saja Rasulullah Saw. memberikan suatu keterangan yang memuaskan kepada kami tentang masalah jad(kakek) dan kalalah serta beberapa bab yang menyangkut masalah riba. Yang dimaksudnya ialah beberapa masalah yang di dalamnya terdapat campuran masalah riba." Hukum syariat telah tegas-tegas menyatakan bahwa semua sarana yang menjurus ke arah hal yang diharamkan hukumnya sama haramnya; karena semua sarana yang membantu ke arah hal yang diharamkan hukumnya haram. Sebagaimana hal yang menjadi kesempurnaan bagi perkara yang wajib, hukumnya wajib pula. 

http://www.ibnukatsironline.com/2015/04/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-275.html?m=1

Tafsir at-taubah 119


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ}

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 119)

Yakni jujurlah kalian dan tetaplah kalian pada kejujuran, niscaya kalian akan termasuk orang-orang yang jujur dan selamat dari kebinasaan serta menjadikan bagi kalian jalan keluar dari urusan kalian.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ شَقِيقٍ ؛ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الكذب، حتى يُكْتَبُ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Syaqiq. dari Abdullah (yaitu Ibnu Mas'ud r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jujurlah kalian, karena sesungguhnya kejujuran itu membimbing ke arah kebajikan; dan sesungguhnya kebajikan itu membimbing ke arah surga. Dan seseorang yang terus-menerus melakukan kejujuran serta berpegang teguh kepada kejujuran pada akhirnya dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur (benar). Hati-hatilah kalian terhadap kebohongan, karena sesungguhnya bohong itu membimbing kepada kedurhakaan; dan sesungguhnya kedurhakaan itu membimbing ke arah neraka. Dan seseorang yang terus-menerus melakukan kebohongan serta bersikeras dalam kebohongannya, pada akhirnya dia akan dicatat di sisi Allah sebagai seorang pembohong (pendusta).

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab shahihnya.

Syu'bah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah bahwa ia pernah mendengar Abu Ubaidah menceritakan hadis dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa dusta itu tidak layak dilakukan, baik dalam keadaan sungguhan maupun dalam keadaan bersenda gurau. Bacalah oleh kalian firman Allah Swt. yang mengatakan: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar.(At-Taubah: 119) Demikianlah bunyi ayat seperti yang dibacakan oleh Nabi Saw. Maka apakah kalian menjumpai padanya suatu rukhsah (kemurahan) bagi seseorang?

Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr sehubungan dengan firman-Nya: Bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 119) Yaitu bersama Muhammad Saw. dan para sahabatnya.

Menurut Ad-Dahhak, bersama Abu Bakar dan Umar serta teman-teman keduanya.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Jika engkau ingin bersama orang-orang yang benar, maka berzuhudlah kamu terhadap duniawi, dan cegahlah dirimu dari (menyakiti) saudara seagamamu."

http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-at-taubah-ayat-118-119.html?m=1

Tafsir Surat Al-An'am, ayat 152

Tafsir Surat Al-An'am, ayat 152

وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (152)

Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa Dan sempurna­kanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan sekadar kesanggupannya Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (kalian), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian ingat.
Ata ibnus Saib telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152) dan firman-Nya:Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya. (An-Nisa: 10), hingga akhir ayat. Maka semua orang yang di dalam asuhannya terdapat anak yatim pulang, lalu memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari minuman anak yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap dipertahankan untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan begitu saja sampai basi. Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw. Lalu turunlah firman Allah SWT: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka adalah saudara kalian.” (Al-Baqarah: 220) Akhirnya mereka kembali mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak yatim mereka. 
Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud. 

*****

Firman Allah Swt.:

{حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ}

hingga sampai ia dewasa. (Al-An'am: 152)
Asy-Sya'bi dan Imam Malik serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga si anak yatim mencapai usia balig. Menurut As-Saddi, hingga si anak yatim mencapai usia tiga puluh tahun. Menurut pendapat yang lainnya sampai usia empat puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi sampai usia enam puluh tahun. Akan tetapi, semuanya itu jauh dari kebenaran. 
Firman Allah Swt.:

{وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ}

Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. (Al-An'am: 152)
Allah Swt. memerintahkan agar keadilan ditegakkan dalam menerima dan memberi (membeli dan menjual). Sebagaimana Dia mengancam orang yang meninggalkan keadilan dalam hal ini melalui firman-Nya:

{وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ * الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ * وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ * أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ * لِيَوْمٍ عَظِيمٍ * يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ}

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka meminta dipenuhi; dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari(ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Mutaffifin: 1-6)
Allah Swt. telah membinasakan suatu umat di masa lalu karena mereka mengurangi takaran dan timbangannya. 

وَفِي كِتَابِ الْجَامِعِ لِأَبِي عِيسَى التِّرْمِذِيِّ، مِنْ حَدِيثِ الْحُسَيْنِ بْنِ قَيْسٍ أَبِي عَلِيٍّ الرّحَبي، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِ الْكَيْلِ وَالْمِيزَانِ: "إِنَّكُمْ وُلّيتم أَمْرًا هَلَكَتْ فِيهِ الْأُمَمُ السَّالِفَةُ قَبْلَكُمْ".

Di dalam Kitabul Jami' milik Abu Isa Ath-Thurmuzi disebutkan melalui hadis Al-Husain ibnu Qais Abu Ali Ar-Rahbi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada para pemilik takaran dan timbangan:Sesungguhnya kalian diserahi suatu urusan yang pernah membuat binasa umat-umat terdahulu sebelum kalian karenanya.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya sebagai hadis marfu' kecuali melalui hadis Al-Husain, padahal dia orangnya daifdalam meriwayatkan hadis. Sesungguhnya telah diriwayatkan hadis ini dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas secara mauquf.
Menurut kami, 

وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَرْدُوَيه فِي تَفْسِيرِهِ، مِنْ حَدِيثِ شَرِيك، عَنِ الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّكُمْ مَعْشَر الْمَوَالِي قَدْ بَشَّرَكم اللَّهُ بِخَصْلَتَيْنِ بِهَا هَلَكَتِ الْقُرُونُ الْمُتَقَدِّمَةُ: الْمِكْيَالِ وَالْمِيزَانِ"

Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Syarik, dari Al-Abu’masy, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya kalian, hai para Mawali, Allah telah mempercayakan kepada kalian dua perkara yang pernah menjadi penyebab kebinasaan generasi-generasi yang terdahulu, yaitu takaran dan timbangan.

*****

Firman Allah Swt.:

{لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا}

Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kemampuannya. (Al-An'am: 152)
Maksudnya, barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam menunaikan dan menerima haknya, kemudian ternyata sesudah ia mengerahkan semua kemampuannya untuk hal tersebut masih juga keliru (salah), maka tidak ada dosa atas dirinya.

وَقَدْ رَوَى ابْنُ مَرْدُوَيه مِنْ حَدِيثِ بَقِيَّة، عَنْ مُبَشر بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونِ بْنِ مهْران، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسَيَّب قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا} فَقَالَ: "مِنْ أَوْفَى عَلَى يَدِهِ فِي الْكَيْلِ وَالْمِيزَانِ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ صِحَّةَ نِيَّتِهِ بِالْوَفَاءِ فِيهِمَا، لَمْ يُؤَاخَذْ". وَذَلِكَ تَأْوِيلُ {وُسْعَهَا}

Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Baqiyyah, dari Maisarah ibnu Ubaid, dari Amr ibnu Maimun ibnu Mahran, dari ayahnya, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. (Al-An'am: 152) pernah bersabda:Barang siapa yang menunaikan dengan sempurna takaran dan timbangan yang ada di tangannya —Allah lebih mengetahui kebenaran niatnya dalam melakukan keduanya—, maka ia tidak berdosa. Demikianlah takwil 'sebatas kemampuannya'.
Hadis ini berpredikat mursal garib.

****

Firman Allah Swt.:

{وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى}

Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian. (Al-An'am: 152)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firman-Nya:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ}

hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)karena Allah, menjadi saksi dengan adil. (Al-Maidah: 8), hingga akhir ayat.
Hal yang sama disebutkan pula dalam surat An-Nisa, Allah memerintah­kan berbuat adil dalam semua tindak-tanduk dan ucapan, baik terhadap kaum kerabat yang dekat maupun yang jauh. Allah selalu memerintahkan berbuat adil terhadap setiap orang dan di setiap waktu dan keadaan, keadilan tetap harus ditegakkan. 

*****

Firman Allah Swt.:

{وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا}

dan penuhilah janji Allah. (Al-An'am: 152)
Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud dengan wasiat (perintah) Allah yang telah diwasiatkan-Nya kepada kalian ialah hendaknya kalian taat kepada-Nya dalam semua yang diperintahkan-Nya kepada kalian dan semua yang dilarang-Nya bagi kalian, kemudian kalian harus mengamal­kan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Yang demikian itulah pengertian menunaikan janji Allah.

{ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}

Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian agar kalian ingat. (Al-An'am: 152)
Yakni inilah yang diwasiatkan, diperintahkan dan dikukuhkan oleh-Nya terhadap kalian untuk kalian amalkan.

{لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}

agar kalian ingat. (Al-An'am: 152)
Maksudnya, agar kalian mengambil pelajaran darinya dan menghentikan apa yang pernah kalian lakukan sebelum ini. Sebagian ulama membacanya dengantazzakkaruna, dan sebagian yang lain membacanya dengan tazkuruna

http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-anam-ayat-152.html?m=1

(Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara) dengan sikap yang (lebih baik) yaitu cara yang di dalamnya mengandung kemaslahatan/manfaat bagi anak yatim hingga ia dewasa) seumpamanya dia sudah balig.(Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil) secara adil dan tidak curang. (Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya) sesuai dengan kemampuannya dalam hal ini; apabila ia berbuat kekeliruan di dalam menakar atau menimbang sesuatu, maka Allah mengetahui kebenaran niat yang sesungguhnya, oleh karena itu maka ia tidak berdosa, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis Nabi saw.(Dan apabila kamu berkata) dalam masalah hukum atau lainnya (maka hendaklah kamu berlaku adil) jujur(kendatipun dia) orang yang bersangkutan (adalah kerabatmu) famili (dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat) dengan memakai tasydid agar menjadikannya sebagai pelajaran; dan juga dibaca dengan sukun.

http://www.tafsirjalalain.id/2017/05/tafsir-surat-al-anam-ayat-151-152-153-154-155.html?m=1

Tafsir an-nisa 29

An-Nisa : 29
-jalalain
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil) artinya jalan yang haram menurut agama seperti riba dan gasab/merampas (kecuali dengan jalan) atau terjadi (secara perniagaan) menurut suatu qiraat dengan baris di atas sedangkan maksudnya ialah hendaklah harta tersebut harta perniagaan yang berlaku (dengan suka sama suka di antara kamu) berdasar kerelaan hati masing-masing, maka bolehlah kamu memakannya. (Dan janganlah kamu membunuh dirimu) artinya dengan melakukan hal-hal yang menyebabkan kecelakaannya bagaimana pun juga cara dan gejalanya baik di dunia dan di akhirat. (Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu) sehingga dilarang-Nya kamu berbuat demikian.
-Quraish Shihab
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar. Kalian diperbolehkan melakukan perniagaan yang berlaku secara suka sama suka. Jangan menjerumuskan diri kalian dengan melanggar perintah-perintah Tuhan. Jangan pula kalian membunuh orang lain, sebab kalian semua berasal dari satu nafs. Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian.
https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-29#tafsir-quraish-shihab

Tafsir Surat An-Nisa, ayat 29-31

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30) إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا (31)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosa kalian yang kecil) dan Kami masukkan kalian ke tempat yang mulia (surga).

Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan harta sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang batil, yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariat, seperti dengan cara riba dan judi serta cara-cara lainnya yang termasuk ke dalam kategori tersebut dengan menggunakan berbagai macam tipuan dan pengelabuan. Sekalipun pada lahiriahnya cara-cara tersebut memakai cara yang diakui oleh hukum syara', tetapi Allah lebih mengetahui bahwa sesungguhnya para pelakunya hanyalah semata-mata menjalankan riba, tetapi dengan cara hailah (tipu muslihat). Demikianlah yang terjadi pada kebanyakannya. 
Hingga Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnul MuSanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan seorang lelaki yang membeli dari lelaki lain sebuah pakaian. Lalu lelaki pertama mengatakan, "Jika aku suka, maka aku akan mengambilnya, dan jika aku tidak suka, maka akan ku kembalikan berikut dengan satu dirham." Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal inilah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman. janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa: 29)
Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Musalli, telah menceritakan kepada kami lbnul Futlail, dari Daud Al-Aidi, dari Amir, dari Alqamah, dari Abdullah sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini muhkamah, tidak dimansukh dan tidak akan dimansukh sampai hari kiamat.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil. (An-Nisa: 29) Maka kaum muslim berkata, "Sesungguhnya Allah telah melarang kita memakan harta sesama kita dengan cara yang batil, sedangkan makanan adalah harta kita yang paling utama. Maka tidak halal bagi seorang pun di antara kita makan pada orang lain, bagaimanakah nasib orang lain (yang tidak mampu)?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tiada dosa atas orang-orang tuna netra. (Al-Fath: 17), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Qatadah. 

*******************

Firman Allah Swt.:

إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجارَةً عَنْ تَراضٍ مِنْكُمْ

terkecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. (An-Nisa: 29)
Lafaz tijaratan dapat pula dibaca tijaratun. ungkapan ini merupakan bentuk istisna munqati'. Seakan-akan dikatakan, "Janganlah kalian menjalankan usaha yang menyebabkan perbuatan yang diharamkan, tetapi berniagalah menurut peraturan yang diakui oleh syariat, yaitu perniagaan yang dilakukan suka sama suka di antara pihak pembeli dan pihak penjual; dan carilah keuntungan dengan cara yang diakui oleh syariat." Perihalnya sama dengan istisna yang disebutkan di dalam firman-Nya:

وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan sesuatu (sebab) yang benar. (Al-An'am: 151)
Juga seperti yang ada di dalam firman-Nya:

لَا يَذُوقُونَ فِيهَا الْمَوْتَ إِلَّا الْمَوْتَةَ الْأُولى

mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. (Ad-Dukhan: 56)
Berangkat dari pengertian ayat ini, Imam Syafii menyimpulkan dalil yang mengatakan tidak sah jual beli itu kecuali dengan serah terima secara lafzi(qabul), karena hal ini merupakan bukti yang menunjukkan adanya suka sama suka sesuai dengan makna nas ayat. Lain halnya dengan jual beli secaramu'atah, hal ini tidak menunjukkan adanya saling suka sama suka, adanya sigat ijab qabul itu merupakan suatu keharusan dalam jual beli.
Tetapi jumhur ulama. Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad berpendapat berbeda. Mereka mengatakan, sebagaimana ucapan itu menunjukkan adanya suka sama suka. begitu pula perbuatan, ia dapat menunjukkan kepastian adanya suka sama suka dalam kondisi tertentu. Karena itu, mereka membenarkan keabsahan jual beli secara mu'atah(secara mutlak).
Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa jual beli mu'atah hanya sah dilakukan terhadap hal-hal yang kecil dan terhadap hal-hal yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai jual beli. Tetapi pendapat ini adalah pandangan hati-hati dari sebagian ulama ahli tahqiq dari kalangan mazhab Syafii.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. (An-Nisa: 29) Baik berupa jual beli atau ata yang diberikan dari seseorang kepada orang lain. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. 
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Al-Qasim, dari Sulaiman Al-Ju'fi, dari ayahnya, dari Maimun ibnu Mihran yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ وَالْخِيَارُ بَعْدَ الصَّفْقَةِ، وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَغُشَّ مُسْلِمًا»

Jual beli harus dengan suka sama suka, dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya.
Hadis ini berpredikat mursal.
Faktor yang menunjukkan adanya suka sama suka secara sempurna terbukti melalui adanya khiyarmajelis. Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا»

Penjual dan pembeli masih dalam keadaan khiyar selagi keduanya belum berpisah.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari disebutkan seperti berikut:

«إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلَانِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا»

Apabila dua orang lelaki melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing pihak dari keduanya boleh khiyar selagi keduanya belum berpisah.
Orang yang berpendapat sesuai dengan makna hadis ini ialah Imam Ahmad dan Imam Syafii serta murid-murid keduanya, juga kebanyakan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Termasuk ke dalam pengertian hadis ini adanya khiyar syarat sesudah transaksi sampai tiga hari berikutnya disesuaikan menurut apa yang dijelaskan di dalam transaksi mengenai subyek barangnya, sekalipun sampai satu tahun, selagi masih dalam satu kampung dan tempat lainnya yang semisal. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal dari Imam Malik.
Mereka menilai sah jual beli mu'atah secara mutlak. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Syafii. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa jual beli secara mu'atah itu sah hanya pada barang-barang yang kecil yang menurut tradisi orang-orang dinilai sebagai jual beli. Pendapat ini merupakan hasil penyaringan yang dilakukan oleh segolongan ulama dari kalangan murid-murid Imam Syafii dan telah disepakati di kalangan mereka.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ

Dan janganlah kalian membunuh diri kalian. (An-Nisa: 29)
Yakni dengan mengerjakan hal-hal yang diharamkan Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat terhadap-Nya serta memakan harta orang lain secara batil.

إِنَّ اللَّهَ كانَ بِكُمْ رَحِيماً

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. (An-Nisa: 29)
Yaitu dalam semua perintah-Nya kepada kalian dan dalam semua larangannya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عمْران بْنِ أَبِي أَنَسٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَير، عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ لَمَّا بَعَثَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ ذَاتِ السَّلَاسِلِ قَالَ: احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ، فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي صَلَاةَ الصُّبْحِ، قَالَ: فَلَمَّا قدمتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: "يَا عَمْرُو صَلَّيت بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ! " قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ، فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنْ أهلكَ، فَذَكَرْتُ قَوْلَ اللَّهِ [عز وَجَلَّ] {وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا} فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ. فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Amr ibnul As r.a. yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. mengutusnya dalam Perang Zatus Salasil, di suatu malam yang sangat dingin ia bermimpi mengeluarkan air mani. Ia merasa khawatir bila mandi jinabah, nanti akan binasa. Akhirnya ia terpaksa bertayamum, lalu salat Subuh bersama teman-temannya. Amr ibnul As melanjutkan kisahnya, "Ketika kami kembali kepada Rasulullah Saw., maka aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Beliau bersabda, 'Hai Amr, apakah kamu salat dengan teman-temanmu, sedangkan kamu mempunyai jinabah?'. Aku (Amr) menjawab, 'Wahai Rasulullah Saw., sesungguhnya aku bermimpi mengeluarkan air mani di suatu malam yang sangat dingin, hingga aku merasa khawatir bila mandi akan binasa, kemudian aku teringat kepada firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan janganlah kalian  membunuh diri kalian,  sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. (An-Nisa: 29) Karena itu, lalu aku bertayamum dan salat.' Maka Rasulullah Saw tertawa dan tidak mengatakan sepatah kata pun."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui hadis Yahya ibnu Ayyub, dari Yazid ibnu Abu Habib.
Ia meriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Abu Salamah, dari Ibnu Wahb, dari Ibnu Luhai'ah, dan Umar ibnul Haris; keduanya dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Abdur Rahman ibnu Jubair Al-Masri, dari Abu Qais maula Amr ibnul As, dari Amr ibnul As. Lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Pendapat ini —Allah lebih mengetahui— lebih dekat kepada kebenaran.

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَامِدٍ البَلْخِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ صَالِحِ بْنِ سَهْلٍ الْبَلْخِيُّ، حدثنا عُبَيد عبد اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ صَلَّى بِالنَّاسِ وَهُوَ جُنُب، فَلَمَّا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ، فَدَعَاهُ فَسَأَلَهُ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، خفْتُ أَنْ يَقْتُلَنِي الْبَرْدُ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ [إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا] } قَالَ: فَسَكَتَ عَنْهُ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Hamid Al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh ibnu Sahl Al-Balkhi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Umar Al-Qawariri, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Sa'd, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Amr ibnul As pernah salat menjadi imam orang-orang banyak dalam keadaan mempunyai jinabah. Ketika mereka datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka menceritakan kepadanya hal tersebut. Rasulullah Saw. memanggil Amr dan menanyakan hal itu kepadanya. Maka Amr ibnul As menjawab, "Wahai Rasulullah, aku merasa khawatir cuaca yang sangat dingin akan membunuhku (bila aku mandi jinabah), sedangkan Allah Swt. telah berfirman: 'Dan janganlah kalian membunuh diri kalian' (An-Nisa: 29), hingga akhir ayat." Maka Rasulullah Saw. diam, membiarkan Amr ibnul As.
Kemudian sehubungan dengan ayat ini Ibnu Murdawaih mengetengahkan sebuah hadis melalui Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«من قتل نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ، فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ، يَجَأُ بِهَا بَطْنَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِسُمٍّ فَسُمُّهُ فِي يَدِهِ، يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَهُوَ مُتَرَدٍّ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا»

Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan sebuah besi, maka besi itu akan berada di tangannya yang dipakainya untuk menusuki perutnya kelak di hari kiamat di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan racun, maka racun itu berada di tangannya untuk ia teguki di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
Hadis ini ditetapkan di dalam kitab Sahihain. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abuz Zanad dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.
Dari Abu Qilabah, dari Sabit ibnu Dahhak r.a. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka kelak pada hari kiamat dia akan diazab dengan sesuatu itu.
Al- Jama'ah telah mengetengahkan hadis tersebut dalam kitabnya dari jalur Abu Qilabah.
Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-Hasan dari Jundub ibnu Abdullah Al-Bajli dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«كَانَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَكَانَ بِهِ جُرْحٌ فَأَخَذَ سِكِّينًا نَحَرَ بها يده، فما رقأالدَّمُ حَتَّى مَاتَ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ «عَبْدِي بَادَرَنِي بِنَفْسِهِ، حَرَّمْتُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ»

Dahulu ada seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kalian yang terluka, lalu ia mengambil sebuah pisau dan memotong urat nadi tangannya, lalu darah terus mengalir hingga ia mati. Allah Swt. berfirman, "Hamba-Ku mendahului {Izin)-Ku terhadap dirinya, Aku haramkan surga atas dirinya

http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-nisa-ayat-29-31_2.html?m=1

Kamis, 03 Agustus 2017

Sains dan Teknologi

Mamaksimalkan Ilmu Sains dan Teknologi demi Menuju Indonesia Terdepan.

Tujuan tulisan ini untuk mengkaji tentang melesatnya ilmu pengetahuan sains dan teknologi dari masa ke masa. Sains dan teknologi merupakan dua hal yang sangat berkaitan, namun dalam praktiknya kurang dapat di maksimalkan dalam kehidupan nyata. Penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung dengan lingkungan dan keadaan penduduk Indonesia. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dengan kemampuan manusia dalam hal mempelajari, menemukan dan menciptakan ilmu sains dan juga teknologi akan membawa pengaruh yang besar dalam kehidupan dan status negara ini apabila dapat di padukan dengan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata. Contoh saja pertanian, akan dihasilkan panen yang berlimpah dengan masa tanam yang lebih singkat dan kualitas yang lebih baik dengan mempraktikkan ilmu sains yang telah ada dan memaksimalkan semua teknologi masa kini. Sehingga Indonesia dapat lebih baik dalam bidang pangan. Didukung pula dengan kesuburan tanah yang baik di Indonesia. Maka indonesia dapat menjadi sentral pangan yang unggul untuk konsumsi internal maupun eksternal ke negara lain. Serta mampu menjadi solusi bagi ketersediaan pangan di dunia ini.

Kata kunci: Ilmu Sain dan Tenologi, Indonesia, Pertanian, Lingkungan

Jual-Beli On-Line Berdasarkan Perspektif AlQuran

A. Jual-Beli On-line

Informasi bibliografi

Informasi bibliografi

 

Informasi bibliografi

JudulJual Beli Online menurut Madzhab Asy-Syafi'iPengarangMuhammad Rizqi RomdhonPenerbitPustaka Cipasung, 2015

Jual-Beli merupakan suatu interaksi untuk memudahkan masyarakat demi mendapatkan keperluannya. Sebelum adanya jual-beli, masyarakat lebih dulu mengenal istilah barter, yang mana barter menjadi transaksi masyarakat dalam memudahkan hasratnya untuk dapat memenuhi tercapainya segala keperluan.

Barter menggunakan metode bertukar barang antara si pemilik satu dengan pemilik yang lainnya. Namun cara tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat sejak mata uang telah dicetak dan disebar luaskan. Dimulai dari sinilah terjadi pergeseran metode transaksi untuk mendapatkan barang yang diinginkan.

Seiring melesatnya teknologi yang begitu cepat, ditambah dengan pola hidup manusia yang serba praktis alias tidak menghendaki proses sulit dan lama. Dengan memanfaatkan teknologi dimasa kini, masyarakat sudah akrab dengan smartphone. Bahkan dapat dipastikan masyarakat postmodern kini memiliki lebih dari satu smartphone terlebih mereka yang hidup dikota besar.

Dengan demikian cara bertransaksipun lebih mudah dan praktis lagi melalui media sosial atau lebih dikenal dengan dunia maya, inilah yang di namai dengan Jual-Beli on-line. Selain mudah dan praktis praktik jual-beli ini juga dapat mengesiensikan waktu. Karena transaksi dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus berkunjung ke penjual tersebut dan dapat dilakukan dimanapun, juga dapat dengan mengerjakan akivitas lainnya.

Sudah selayaknya manusia dapat memanfaatkan dengan bijak segala fasilitas dan kemudahan hidup yang telah tersedia. Jangan sampai kemudahan malah membuat manusia terjerumus kedalam jurang kenistaan.

Hal ini dapat menguntungkan banyak pihak. Terutama remaja, ketimbang menggunakan handphone hanya untuk aktif di sosial media tanpa tujuan yang jelas, lebih baik memanfaatkannya untuk hal yang menguntungkan.

Efektif dan efisien itulah penyebab utamanya, mahasiswa tidak memerlukan modal yang besar untuk memiliki kios on-line, begitu juga tidak menguras waktu yang banyak untuk bisa mengelolanya.

B. Perspektif AlQuran tentang Jual-Beli On-line

C. Praktik Jual-Beli On-line sesuai Al-Qur'an

Qurban Pertamaku 2023

Rangkaian cerita yang Allah susun semuanya sempurna, indah, tidak ada yang janggal, apalagi keliru. Skenario Allah tersusun begitu apik, har...