Sabtu, 30 Januari 2016

Mengenal Lebih Dekat Tentang PayTren | Ide Cemerlang Ustadz Yusuf Mansur | Bisnis PayTren



INGET BAYAR, INGET PAYTREN!

Udah jelas dong PayTren itu untuk apa..
Untuk lebih jelasnya, mari kita simak beberapa penjelasan tentang PayTren di Blog official on Ayuwan Nandani.


SEJARAH PERUSAHAAN
Beranjak dari penggalian potensi masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan teknologi mutakhir, lahirlah gagasan cemerlang seorang Yusuf Mansur yang ingin menjembatani kemudahan pembayaran semua kebutuhan masyarakat dengan menggabungkan kebiasaan menggunakan gadget dan kebiasaan membayar kewajiban.
Sejalan dengan itu, pada tahun 2013 lahirlah Veritra Sentosa Internasional (Treni) dengan produknya PayTrenPayTren merupakan teknologi yang dapat digunakan pada semua jenis telefon selular atau handphone (melalui Aplikasi Android), Yahoo Messenger, Gtalk/ Hangouts, atau SMS biasa) dan dengan mudah/ sederhana maka kita dapat melakukan pembayaran seperti halnya kita melakukan pembayaran melalui ATM/ Internet Banking/ PPOB dan hanya berlaku di lingkungan komunitas tertutup/ intern (komunitas treni).
SEJARAH
Perusahaan didirikan pada tanggal 10 Juli 2013 berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas No.47 oleh Notaris/ PPAT H.Wira Francisca, SH., MH. Perusahaan ini didirikan langsung oleh pemilik perusahaan – Ustadz Yusuf Mansur.
JENIS USAHA DAN PEKERJA
Perusahaan menyediakan dan menjual teknologi atau perangkat pembayaran yang dikenal dengan PayTren, yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran melalui telefon seluler (handphone) setelah pengguna telefon seluler tersebut didaftarkan dalam komunitas treni. Fasilitas ini tidak dapat digunakan diluar komunitas treni.
Dalam menjalankan bisnisnya, PT.Veritra Sentosa Internasional menawarkan 2 (dua) pilihan/ kategori transaksi (akad) terhadap semua mitra khusus treni(komunitas treni), yaitu:
1.     Sebagai Pengguna pemakai PayTren
2.     Sebagai Pebisnis (turut memasarkan PayTren dan mengembangkan komunitas treni)
STRATEGI
Komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitasnya yang didukung oleh peralatan yang memadai menjadi benteng kami untuk menyediakan pelayanan kepada pelanggan dari berbagai tingkat.

Sebagai suatu tim, kami memiliki visi untuk menjadikan perusahaan sebagai bagian dari kebutuhan tetap masyarakat (life style) khususnya dalam hal menciptakan kemudahan/ kepraktisan serta penghematan terstruktur/ berjamaah yang akan dicapai melalui misi kuat kami, yaitu berkomitmen untuk menumbuh kembangkan komunitas treni sebanyak-banyaknya.

Sumber informasi PayTren : http://treni.co.id

Twitter Ustadz YM : @Yusuf_Mansur
IG Ustadz YM : @yusufmansurnew
Web Ustadz YM : www.yusufmansur.com

Twitter : @yuwan_Ayunda
IG : @ayuwannandani

Selasa, 26 Januari 2016

Peristiwa Menjelang Reformasi

A. LATAR BELAKANG REFORMASI DI INDONESIA

            Reformasi di Indonesia tahun 1998 adalah suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hokum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraa.
            Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor pendorong timbulnya gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi suatu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak dapat ditawar lagi, oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
            Dengan semangat reformasi rakyat menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Indonesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat.
            Persoalan pokok yang mendorong atau menyebab lahirnya gerakan reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan garam, mengalami kenaikan yang tinggi.
            Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
            Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuan dalam melaksanakan cita - cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahanan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Bahkan Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan.   Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi.

  1. Krisis Politik
            Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemereintah Orde Baru selalu didasarkan pada alasan pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah merupakan upaya mempertahankan kekuasaan Presiden Soeharto dan kroni-kroninya.. Artinya demokrasi yang dijalankan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Bukan lagi demokrasi dalam pengertian dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi dari, oleh, dan untuk penguasa.
            Pada masa Orde Baru kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang dianggap kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif adalah :
1)     Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2)     Pelaksanaan Lima Paket UU Politgik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa. Lima paket UU tersebut adalah UU No tahun 1985 tentang Pemilihan Umum, UU No.3 tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, UU No.2 tahun 1985 tentang Susunan dan Kedudukan anggota MPR-DPR-DPRD yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.5 tahun 1995, UU No.8 tahun 1985 tentang Organisasi masyarakat, dan UU No.2 thaun 1985 tentang Referendum.
3)     Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajelala dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4)     Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga Negara sipil untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5)     Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Soeharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.

  1. Krisis Hukum
            Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik saja, dalam bidang hukumpun pemerintah melakukan intervensi. Artinya kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa, dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan.
Hukum sering dijadikan alat pembenaran tindakan penguasa. Kenyataan tersebut sangat bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)”.

  1. Krisis Moneter
            Krisis moneter yang melanda Negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonersia. Di tengah-tengah terjadinya kekisruhan kehidupan berbangsa dan bernegara, pada bulan Juli 1997 Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter. Nilai rupiah terhadap uang asing, terutama dolar Amerika, menurun secara drastis. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah dari Rp.2,575.00 menjadi Rp.2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp. 5,000.00 per dollar. Dan pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah yaitu Rp. 16,000.00 per dollar.
            Ketika nilai rupiah semakin melemah, timbul krisis di bidang perbankan. Kebijakan deregulasi yang dilakukan sejak bulan Oktober 1988 telah memacu pertumbuhan bank yang luar biasa. Namun kebijakan deregulasi ini telah menimbulkan bisnis perbankan yang tidak efesien. Akibatnya pemerintah melikuidasi 16 bank yang bermasalah pada akhir tahun 1977.
            Untuk menyehatkan perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank bermasalah lainnya. Dan pemerintah mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI) untuk menyehatkan bank-bank yang berada dibawah pembinaan BPPN. Namun di dalam pelaksanaan KLBI terjadi praktek manipulasi besar-besaran. Pinjaman bank-bank bermasalah yang tidak dapat dikembalikan semakin besar, sehingga pemerintah harus menanggung beban keuangan yang semakin besar.
            Dalam pada itu kepercayaan Internasional terhadap Indonesia menurun. Hal ini disebabkan karena perusahaan-perusahaan Negara dan swasta banyak yang tidak mampu membayar utang luar negeri yang telah jatuh tempo.
            Kebijakan uang ketat dan suku bunga bank yang tinggi pada awal tahun 1998, tetap tidak mampu mengatasi krisis moneter tersebut. Pemerintah akhirnya melakukan pembekuan kembali tujuh bank pada bulan April 1998. Nilai rupiah terus melemah menembus angka Rp. 10.000,00 per dollar Amerika Serikat. Pada saat krisis itu, tidakan para spekulan valuta asing baik dari dalam maupun luar negeri semakin memperburuk kondisi ekonomi nasional. Krisis moneter tidak sekedar hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, melainkan mengakibatkan hancurnya system keuangan nasional.

  1. Krisis Ekonomi
            Penurunan nilai tukar rupiah ini telah menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi yang ditandai dengan lesunya perekonomian, dan juga menyebabkan kerusakan pada institusi-institusi ekonomi penting. Memasuki tahun anggaran 1998/1999 , krisis moneter berimbas juga pada aktivitas ekonomi yang lain. Perusahaan Negara maupun swasta banyak yang tidak mampu membayar utang luar negeri yang telah jatuh tempo. Dan banyak perusahaan yang bangkrut, sehingga angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat. Akibatnya angka pengangguran semakin tinggi dan secara langsung berpengaruh terhadap penurunan kemampuan daya beli serta kualitas hidup sebagian besar masyarakat. Ketimpangan kemampuan msyarakat yang telah terjadi sebelumnya menjadi semakin kritis sejak terjadinya krisis ekonomi ini.
            Pada akhir tahun 1997 persediaan barang-barang khusus sembilan bahan pokok di pasaran mulai menipis di pasaran. Harga barang-barang naik tida terkendali, yang berarti biaya hidup juga semakin tinggi. Pada awal tahun 1998 terjadi aksi memborong barang-barang oleh kelompok tertentu di berbagai kota di Indonesia. Dan di berbagai tempat terjadi kelaparan dan kekurangan pangan seperti di Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur, bahkan di beberapa tempat di pulau Jawa.
            Sementara itu pinjaman luar negeri yang telah disepakati dengan Internasional Moneter Fund (IMF) belum terealisasi meskipun pada bulan Januari 1998 Indonesia sudah menandatangani 50 butir kesepakatan dengan lembaga keuangan Internasional tersebut. Selain itu semakin banyak ditemukan bukti-bukti tentang praktek monopoli, nepotisme, korupsi, dan manipulasi yang dilakukan para penguasa beserta kroninya dalam kehidupan ekonomi nasional.

  1. Krisis Sosial
            Krisis politik, hukum dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik represif yang dijalankan pemerintahan Orde Baru dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama.
            Ketimpangan perekonomian yang terjadi di Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap timbulnya krisis sosial. Pengangguran, keterbatasan sembako, tingginya harga-harga sembako. Rendahnya daya beli masyarakat, merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
            Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta krisis ekonomi yang terjadi, mendorong munculnya perilaku negatif dalam masyarakat. Misalnya perkelahian antar pelajar, budaya menghujat, narkoba, kerusuhan masyarakat di Kalimantan Barat, pembantaian dengan isu dukun santet di Banyuwangi dan Boyolali, serta kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan Solo pada tanggal 13-14 Mei 1998. Akibat kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan Solo, perekonomian di kedua kota tersebut mengalami kelumpuhan untuk beberapa waktu karena banyak swalayan, pertokoan, dan pabrik rusak dibakar dan dijarah massa. Hal tersebut menyebabkan membengkaknya angka pengangguran.
            Peristiwa-peristiwa tersebut mengakibatkan beban masyarakat semakin berat. Ketidakpastian kapan krisis akan berakhir telah menyebabkan masyarakat frustasi. Kondisi ini sangat membahayakan karena dapat memberikan ruang bagi pihak yang ingin mengacau untuk mengadudomba masyarakat, dan menyulut massa untuk melakukan tindakan anarkis.

  1. Krisis Kepercayaan
            Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonersia telah mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Kegagalan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakan hukum, dan sistem peradilan, serta pelaksanaan pembangunan yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.
            Sikap pemerintah yang otoriter, tertutup, tidak demokratis, dan merebaknya KKN, telah menyebabkan timbulnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para penguasa. Gejala ini tampak sejak pemilihan umum tahun 1992 di mana perolehan suara Golkar berkurang secara drastis. Dan sejak tahun 1996 ketidakpercayaan masyarakat terhadap Orde Baru semakin terbuka. Muncullah tokoh seperti Amien Rais yang vocal dan berani mengkritik pemerintah secara terbuka dan gerakan mahasiswa, semakin memperbesar keberanian masyarakat untuk mengkritik pemerintahan Orde Baru.

            Krisis multidimensional yang terjadi sebenarnya tidak terjadi begitu saja, melainkan sebagai akibat dari berbagai kondisi yang tumbuh di Indonesia waktu itu, seperti :

1)     Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun hutang itu bukan sepenuhnya hutang Negara, tapi juga hutang swasta.
2)     Kebijakan Industrialisasi. Pemerintahan Orde Baru ingin menjadikan Negara RI sebagai Negara industri, dan keinginan itu tidak sesuai dengan kodisi nyata masyarakat Indonesia yang agrarais dan tingkat pendidikannya masih rendah.
3)     Pemerintahan yang Sentralistik. Pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnya, sehingga semua kebijakan ditentukan oleh Pemerintah pusat di Jakrta. Oleh karena itu peranan pemerintah pusat sangat menentukan, dan pemerintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat.

B. TUNTUTAN REFORMASI
1. Keadaan menjelang Reformasi
            Setahun sebelum pemilihan umum yang direncanakan pada bulan Mei 1997, keadaan politik Indonesia mulai memanas. Pemerintahan yang didukung Golkar, berusaha mempetahankan kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima kali pemilihan umum sebelumnya. Di lain pihak, tekanann terhadap pemerintahan Orde Baru di dalam masyarakat semakin berkembang.
            Tuntutan masyarakat akan adanya perubahan kebijakan politik, ekonomi, dan hukum, semakin sering dikemukakan. Keberadaan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dianggap tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik sebagian masyarakat.Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional, dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang besar, monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, serta tidak mampu menghilangkan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat. Kehidupan masyarakat dan pemerintahan dianggap masih dipenuhi oleh pelanggaran hukum dan hak asasi manusia oleh penguasa.
            Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa pemerintah telah menekan pihak oposisi. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan yang keras terhadap setiap orang atau kelompok yang melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintahan Orde Baru. Seseorang dengan mudah dituduh sebagai anti pemerintah atau menghina kepala negara, hanya karena mengkritik sebuah kebijakan tertentu. Keseragaman berpikir dan bertindak menjadi sebuah prinsip dasar yang harus diterima semua pihak.
            Pemerintah juga melarang mendirikan partai politik lain kecuali ketiga partai politik yang sudah ada. Hal ini berkaitan dengan diberlakukannyua lima paket UU politik, yaitu :
  • Undang-Undang No.1 Tahun 1985 Tentang Pemilihan Umum
  • Undang-Undang No.2 Tahun 1985 Tentang Susunan dan Kedudukan anggota MPR, DPR, dan DPRD yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.5 Tahun 1995
  • Undang-Undang No.3 Tahun 1985 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  • Undang-Undang No.8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan
  • Undang-Undang No. 2 Tahun 1985 Tentang Referendum
           
            Krisis moneter, ekonomi, politik, hukum, telah menyebabkan ketidakpercayaan mayarakat terhadap pemerintah Presiden Suharto semakin kuat, terutama di kalangan masyarakat kampus. Pada bulan Maret Tahun 1998 mahasiswa di berbagai kota di seluruh Indonesia mulai melakukan aksi menuntut agar segera dilakukan reformasi total, khususnya di bidang politik, ekonomi, dan hukum. Pada saat itu, bentrokan antara mahasiswa dengan aparat keamanan mulai yang menimbulkan korban mulai terjadi di banyak tempat di Indonesia.
            Aksi damai yang merupakan bagian dari gerakan moral yang dilakukan mahasiswa di seluruh Indonesia menghadapi tantangan baru. Memasuki bulan Mei 1998, aksi lain yang mengarah pada perusakan, pembakaran, dan penjarahan mulai terjadi. Hal ini kemudian digunakan oleh pemerintah untuk mendeskriditkan aksi damai mahasiswa, yang ternyata semakin mendapat banyak dukungan masyarakat.
            Pengumuman pemerintah tentang kenaikan BBM dan ongkos angkutan tanggal 4 Mei 1998
semakin memperluas aksi demonstrasi mahasiswa. Agenda reformasi yang menjadi tutnutan para mahasiswa mencakup beberal seperti :
*     Adili Soeharto dan kroninya
*     Laksanakan Amendemen UUD 1945
*     Pelaksanaan Otonomi Daerah yang seluas-luasnya
*     Tegakan Supremasi Hukum
*     Ciptakan Pemerintahan yang bersih dari KKN

            Pada tanggal 12 Mei 1998, aksi mahasiwa di Universitas Trisakti Jakarta berubah menjadi bentrokan fisik yang penuh dengan kekerasan Akibatnya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia, Heri Hertanto, Hendriawan, dan Hafidin Alifidin Royan, meninggal dunia.Selain itu ratusan mahasiswa mengalami luka ringan dan luka parah. Kekerasan tersebut mendorong munculnya solideritas yang lebih luas di dalam kampus maupun masyarakat umum, menentang kebijakan pemerintah yang tidak demokratis.
            Peristiwa Trisakti telah memicu terjadinya kerusuhan dan penjarahan yang memuncak pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 terutama di Jakarta dan sekitarnya serta Surakarta. Ribuan tempat tinggal, pertokoan, kantor, dan kendaraan milik masyarakat Tionghoa dibakar. Ribuan orang mati terbakar di pusat-pusat pertokoan. Seluruh masyarakatan terutama di perkotaan dicekam perasaan tidak aman. Hal ini kemudian mendorong masyarakat keturunan Tionghoa pergi ke luar negeri secara besar-besaran demi keamanan.
            Presiden Soeharto yang sedang menghadiri KTT G-15 di Kairo Mesir segera pulang ke Tanah Air pada tanggal 15 Mei 1998. Tuntutan agar Presiden Soeharto segera mengundurkan diri semakin gencar disuarakan masyarakat. Rencanma mahasiswa untuk berdialog dengan pimpinan DPR, berubah menjadi aksi mimbar bebas.
            Para mahasiswa kemudian memutuskan untuk tetap tinggal di gedung DPR/MPR, sampai tuntutan reformasi total mereka dipenuhi. Kehadiran para mahasiswa di gedung DPR/MPR, mengundang kedatang lebih banyak mahasiswa serta pendukung reformasi lainnya terutama sejak tanggal 18 Mei 1998.
            Aksi mahasiswa tersebut mendapat dukungan spontan dari masyarakat, yang membawakan makanan dan minuman bagi mereka. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Namun pada malam harinya, pimpinan ABRI menganggap bahwa himbauan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan pendapat individu pimpinan DPR/MPR yang disampaikan secara kolektif.
            Ketidak jelasan sikap para elit politik ini semakin memperbesar jumlah mahasiswa dan massa lainnya yang datang ke gedung DPR/MPR. Namun gerakan massa oposisi yanbg berasal dari berbagai kelompok itu tidak memiliki pimpinan yang jelas, walaupun pada saat itu terdapat beberapa orang individu yang menonjol memperjuangkan reformasi.
            Sementara itu pada tanggal 19 Mei 1998 nilai mata uang rupiah semakin melemah menembus Rp. 15,000.00 per dollar US. Pada hari itu juga Presiden Soeharto melakukan pertemuan dengan beberapa tokoh agama dan tokoh masyarakat di Jakarta. Presiden Soeharto kemudian mengumumkan tentang rencana pembentukan Komite Reformasi, melakukan perubahan kabinet, dan segera melakukan pemilihan umum serta tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai presiden.
            Tekanan terhadap Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri semakin besar. Pada peringatan hari kebangkitan nasional 20 Mei 1998 di Yogyakarta, para mahasiswa berhasil melakukan aksi damai menuntut reformasi total. Dalam perkembangan lain, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak berhasil. Sebagian besar mereka yang ditawari untuk duduk di kabinet menolak.
            Presiden Soeharto akhirnya mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998, dan BJ Habibie yang menjabat wakil presiden disumpah oleh Mahkaman Agung sebagai presiden Republik Indonesia yang baru di Istana negara. Pengangkatan Presiden BJ Habibie menggantikan Soeharto di luar Sidang MPR itu didasarkan pada Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945.

2. Kronologi Peristiwa Reformasi
Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi di Indonesia tahun 1998 dapat dipaparkan sebagai berikut :

  1. Pada bulan Maret 1998 Sidang Umum MPR memilih Soeharto dan BJ Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Soeharto membentuk dan melaktik Kabinet Pembangunan VII.
  2. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan melakukan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan pokok (sembako), Penghapusan KKN, dan mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan.
  3. Pada tanbggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa tertembak hingga tewas, dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka.
  4. Pada tanggal 13-14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam pewristiwa itu puluhan took dibakar dan isinya dijarah, dan ratusan orang mati terbakar.
  5. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR
  6. Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi anjuran agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
  7. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto.
  8. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Intana Negara, Prtesiden Soeharto meletakan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Soeharto menyerahkan jabatannya kepada BJ Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI oleh Ketua MA.

Qurban Pertamaku 2023

Rangkaian cerita yang Allah susun semuanya sempurna, indah, tidak ada yang janggal, apalagi keliru. Skenario Allah tersusun begitu apik, har...